You Deserve Better

Senin, 23 Februari 2015 » 0


Seperti kata-katamu, mungkin inilah jalannya. Takdir. Bilangan aksara yang meluncur dari bibirmu aku rekam sedemikian cermat. Meski akurasinya tak pernah aku rasakan. Memulai sebuah perasaan yang pernah lenyap, bukanlah sebuah hal yang bisa dilakukan setiap spesies manusia di bumi. Melempar-sambut setiap rasa antara kita telah lama tak lagi kita lakukan. Dan engkau datang kembali. Membawa serpihan perca rasa itu padaku. Pada kita. Hanya untuk dikenang, katamu. Yeah...tak semudah itu sayang. Kenangan adalah puing terdalam dari sekian pendaman rasa serta ingatan yang pernah menjadi sebuah liku kehidupan yang terjalani. Lalu tiap perca itu pun kita rajut hingga menjadi sehelai kisah.

Sekali lagi aku bilang padamu, sayang. Ini adalah rajutan perca kisah yang pernah terpotong. Berhati-hatilah dengan setiap rajutan dan jahitannya agar helai kisah ini bisa dinikmati menjadi setangkup kenangan yang indah. Jika kau memang berniat merajut setiap potongan perca ini, aku akan membantumu sayang. Akan kuberikan juga padamu perca-perca kenangan yang ada dalam benakku. Untuk kemudian kita jahit berdua. Lagi. Lalu cintaku, aku ingatkan juga padamu, bahwa ada helai-helai kain lain yang baru yang masih menempel pada perca itu. Bisakah kau memisahkannya tanpa sedikitpun mengoyak jahitan rasanya? Dan engkau pun bimbang. Tak mampu bibirmu menjawab pertanyaanku kali ini. Maka sejenak kuhentikan jemariku merajut perca tadi.


Sesaat buliran bening menetes dari kedua sudut mata indahmu. Mengalir mengikuti lekuk pipimu lalu ke dagu dan kemudian jatuh terhempas ke lantai. Basah. Terlihat raut serta pias ketakutan di wajahmu. Bibirmu gemetar. Aku tahu yang kau rasakan, sayang. Aku bisa rasakan itu. Maka aku genggam kedua tanganmu, melepaskan jarum serta perca yang tengah kau rajut dengan ulas senyum mungilmu tadi. Aku lepaskan pelan setiap rajutan benang yang telah sempat telanjur terjahit. Aku pisahkan kembali seperti semula. Terpisah. Lepas.

Sayang, bukan aku tak mau meneruskan setiap rajutan yang telah terawali sebelumnya. Sama sekali bukan. Mencintaimu? Itu hal yang pernah hendak aku perjuangkan dahulu bukan? Bahkan masih aku simpan sampai sekarang. Apa yang aku lakukan sekarang, saat aku memisahkan rajutan kita semata-mata hanya agar aku tak lagi melihatmu terisak. Bulir air mata itu terlalu berharga untuk kau hempaskan ke bumi. Hanya demi sehelai perca kita. Berbahagialah sayang. Aku akan selalu menyayangi dan merawat perca itu hingga ajal nanti.

Bukan kesedihan yang aku inginkan ada padamu. Aku inginkan kebahagiaan tercurahkan untukmu.

You deserve better, dear...





Plenug

Anda sedang membaca You Deserve Better di "plenug".

It's About

Leave a Reply

Kemerdekaan berbicara adalah milik semua bangsa tanpa strata apapun! Dibebaskan berkomentar disini. Terimakasih.