Archive for Maret 2015

Ch’emi Bavshvi, Quid Tam Gravis

Sabtu, 14 Maret 2015 » 1

Sebuah sepeda motor melaju melibas udara panas di sebuah siang yang mataharinya tak terlalu menyapa ramah penghuni bumi. Lelaki kumal itu tampak terburu-buru mengendarai sepeda motornya. Jadwal ketemuannya dengan seorang dosen pengajar di sebuah perguruan tinggi swasta menjadikan semua jadwal pribadinya terkesan hanya cadangan saja. Meski demikian masih ada sebuah jadwal yang hendak ditepatinya. Sepasang gelang kayu bertuliskan inisial namanya dan mantan kekasihnya tak lupa dia bawa. Sebagai sebuah hadiah permohonan maaf tulus darinya. Tak seberapa jika dibandingkan dengan cincin emas atau kalung permata, tapi setidaknya hanya itu yang mampu dia berikan.

Beberapa minggu sebelumnya lelaki itu harus melepas kepergian kekasihnya karena satu dua hal yang tak bisa dia lawan dan perjuangkan. Kesedihan memang tak pernah dia tampakkan kepada sesiapapun manusia di bumi. Apalagi kepada mantan kekasihnya. Sederhana saja, dia hanya tak ingin merubah perasaan suka masing-masing manusia di bumi menjadi sebongkah kedukaan karena rasa sedih yang dia wujudkan. Dia tak inginkan hijaunya pepohonan itu meranggas menjadi kuning yang sia-sia. Hari ini, seusai dia bertemu dengan sang pengajar, dia hanya ingin menemui mantan kekasihnya itu demi untuk memberikan sepasang gelang kayu itu padanya serta untuk mencoba merubah kembali semuanya yang pernah gagal menjadi hari-hari yang indah lagi.

Sebuah perempatan dengan lampu merahnya menghentikan laju sepeda motornya. Dia menunggu. Menunggu hingga hijau memperkenankannya untuk melaju kembali. Terik matahari tak lagi sesadis tadi. Sedikit meredup. Mendung. Senyum simpul tersungging karena harapan untuk bisa menjalin kembali hubungan asmara dengan kekasihnya akan dia perjuangkan hari itu. Tapi sepertinya Tuhan tak pernah mengijinkannya lagi mengembalikan perasaannya kepada mantan kekasihnya seperti waktu dulu.

Baca selengkapnya »

Twice of Us

Senin, 09 Maret 2015 » 0

This day is the day. Hari yang pernah aku firasatkan akan terjadi. Kehilanganmu untuk kedua kalinya. Luka yang lama pernah berangsur sembuh tak terasa kini terasa kembali pedihnya. De Javu. Iya, persis dengan sekian puluh tahun lalu ketika situasi yang mirip aku alami. Dan kali ini pun aku akan melakukan hal yang sama. Menghilang dari pandanganmu demi untuk menyembuhkan luka ini sendirian.

Kedatanganmu dulu menghampiriku yang masih belum begitu mengerti apa arti cinta, begitu berarti. Kau ajari aku arti menyayangi. Kau berikan padaku arti dari sebuah rasa memiliki. Hati. Aku belajar. Aku berusaha secepat aku mampu untuk bisa memahami setiap ajaranmu. Hingga hati kita pun berpadu. Dalam sebuah rasa yang kita namakan cinta.

“Eh, kok nyium? Emang kita udah jadian?”, tanyamu manja waktu itu memecah keheningan sebuah siang.

Baca selengkapnya »

4.39 PM

Kamis, 05 Maret 2015 » 0



Kuhisap asap rokokku dalam-dalam, kemudian kuhembuskan pelan. Kepulnya pun bersimbiosa dengan oksigen sekitar, mewarna mengabu-abukan pandangan mata sesaat. Lalu kutaruh di asbak terdekat. Asapnya masih mengepul. Menari-nari di serangkaian tembakaunya yang belum usai terenggut. Aku tersenyum. Jemariku kembali bercengkerama dengan tuts-tuts keyboard laptopku. Denting klik demi klik memecah keheningan hari ini. Membubuhkan huruf demi huruf rangkaian aksara pada lembaran A4 dokumen yang tengah kuketik.

Terkadang jariku berhenti sejenak. Memainkan pensil yang ada di sebelah laptop. Berharap dari setiap putaran pensil di sela-sela jari ini mampu menstimulasi otakku agar kembali mencurahkan tiap fluktuasi ide menjadi rangkaian makna untuk bisa kuceritakan. Sesekali seduhan kafein di dalam secangkir kopi pun menghangatkan cangkang tempat otakku bersemayam. Bersahabat dengan rokok serta kopi ini cukuplah untuk menemaniku bercerita. Rangkaian kisah kehidupan yang ternarasikan dalam bait-bait kisah yang tak terlalu sempurna. Iya tak sempurna. Tak pernah ada yang sempurna dalam guliran roda kehidupan di bumi ini. Karena kesempurnaan sejati hanya milik Sang Illahi.

Baca selengkapnya »

It's About The Story part.2

Senin, 02 Maret 2015 » 0


Tak pernah menyesal adalah prinsip laki-laki. Senyuman tipis beserta kepal semangat menyertaiku berjalan menapaki jejalanan ini. Langkah ini terasa amat ringan. Tak lagi seperti kemarin ketika perasaan ini digelayuti kerinduan yang melebamkan hati. Kemudian dari sisi kanan muncul sosok perempuan lain. Dia tawarkan padaku sebuah hari baru. Sebuah hidup yang semestinya berjalan dan tertempuh. Kami saling memandang. Mata bulatnya penuh dengan berjuta harapan. Serta semangat-semangat yang berwarna.

Jemarinya pun menggenggam erat jemariku. Jemariku pun menyambut. Kami pun bergandengan. Mata kami lurus menatap ke depan, ke sebuah ujung tak berbatas yang disekelilingnya ditumbuhi pepohonan aneka macam warna. Rimbun. Indah. Lalu di tengah perjalanan berdua kami, muncul sosok perempuan mungil dari sisi kiri kami. Rambut lurus. Mata bulat dan senyum mungilnya terlihat lucu serta menentramkan hati. Diulurkannya jemarinya untuk kemudian kusambut. Lalu kuangkat tubuhnya. Kuletakkan di pundakku. Kemudian kami bertiga pun segera meneruskan kembali alur perjalanan cerita yang tak akan usai tergerus waktu.

Iya. Ini adalah sebuah perjalanan tanpa akhir.

Terimakasih Tuhanku. Puji syukur senantiasa kupanjatkan padaMu untuk setiap goresan-goresan cerita yang menaungi setiap langkah hidupku semenjak mata ini bekerjap pertama kali. Serta semenjak nafas bumi ini terhirup untuk pertama kali. Semoga amanahMu bisa kujaga dengan penuh kekuatan dari siraman Maha KebijaksanaanMu Tuhan.

Selamat datang kedua malaikat cantikku...


It's About The Story part.1

» 0


Aneh. Iya aneh. Setelah kehadiranmu kemudian kepergianmu yang kedua kini, aku kesulitan untuk menyatukan kembali kepingan ingatan itu. Kepingan itu seperti telah pecah lagi menjadi kepingan-kepingan lain yang serpihannya lebih kecil. Bahkan untuk memungutnya pun seperti tak mampu lagi. Aku pun tak berusaha untuk memungutnya lagi karena dirimu pun telah melarangku.

Genggaman kita berdua pun saling terlepas. Lalu engkau pun melangkah pergi, aku pun sama Ke sisi arah yang saling berlainan. Mulanya, terasa perih dari bekas luka itu kembali menyembilukan hati. Bahkan awalnya sempat kuurungkan untuk melanjutkan langkahku. Tapi tatkala kutengok ke arah dirimu, aku melihat langkah-langkah kecil yang terus menapaki jejalanan sepi kian menjauh. Iya, dirimu semakin menjauh. 

Baca selengkapnya »