Sebuah sepeda motor melaju melibas udara panas di sebuah siang yang mataharinya tak terlalu menyapa ramah penghuni bumi. Lelaki kumal itu tampak terburu-buru mengendarai sepeda motornya. Jadwal ketemuannya dengan seorang dosen pengajar di sebuah perguruan tinggi swasta menjadikan semua jadwal pribadinya terkesan hanya cadangan saja. Meski demikian masih ada sebuah jadwal yang hendak ditepatinya. Sepasang gelang kayu bertuliskan inisial namanya dan mantan kekasihnya tak lupa dia bawa. Sebagai sebuah hadiah permohonan maaf tulus darinya. Tak seberapa jika dibandingkan dengan cincin emas atau kalung permata, tapi setidaknya hanya itu yang mampu dia berikan.
Beberapa minggu sebelumnya lelaki itu harus melepas kepergian kekasihnya karena satu dua hal yang tak bisa dia lawan dan perjuangkan. Kesedihan memang tak pernah dia tampakkan kepada sesiapapun manusia di bumi. Apalagi kepada mantan kekasihnya. Sederhana saja, dia hanya tak ingin merubah perasaan suka masing-masing manusia di bumi menjadi sebongkah kedukaan karena rasa sedih yang dia wujudkan. Dia tak inginkan hijaunya pepohonan itu meranggas menjadi kuning yang sia-sia. Hari ini, seusai dia bertemu dengan sang pengajar, dia hanya ingin menemui mantan kekasihnya itu demi untuk memberikan sepasang gelang kayu itu padanya serta untuk mencoba merubah kembali semuanya yang pernah gagal menjadi hari-hari yang indah lagi.
Sebuah perempatan dengan lampu merahnya menghentikan laju sepeda motornya. Dia menunggu. Menunggu hingga hijau memperkenankannya untuk melaju kembali. Terik matahari tak lagi sesadis tadi. Sedikit meredup. Mendung. Senyum simpul tersungging karena harapan untuk bisa menjalin kembali hubungan asmara dengan kekasihnya akan dia perjuangkan hari itu. Tapi sepertinya Tuhan tak pernah mengijinkannya lagi mengembalikan perasaannya kepada mantan kekasihnya seperti waktu dulu.
Beberapa minggu sebelumnya lelaki itu harus melepas kepergian kekasihnya karena satu dua hal yang tak bisa dia lawan dan perjuangkan. Kesedihan memang tak pernah dia tampakkan kepada sesiapapun manusia di bumi. Apalagi kepada mantan kekasihnya. Sederhana saja, dia hanya tak ingin merubah perasaan suka masing-masing manusia di bumi menjadi sebongkah kedukaan karena rasa sedih yang dia wujudkan. Dia tak inginkan hijaunya pepohonan itu meranggas menjadi kuning yang sia-sia. Hari ini, seusai dia bertemu dengan sang pengajar, dia hanya ingin menemui mantan kekasihnya itu demi untuk memberikan sepasang gelang kayu itu padanya serta untuk mencoba merubah kembali semuanya yang pernah gagal menjadi hari-hari yang indah lagi.
Sebuah perempatan dengan lampu merahnya menghentikan laju sepeda motornya. Dia menunggu. Menunggu hingga hijau memperkenankannya untuk melaju kembali. Terik matahari tak lagi sesadis tadi. Sedikit meredup. Mendung. Senyum simpul tersungging karena harapan untuk bisa menjalin kembali hubungan asmara dengan kekasihnya akan dia perjuangkan hari itu. Tapi sepertinya Tuhan tak pernah mengijinkannya lagi mengembalikan perasaannya kepada mantan kekasihnya seperti waktu dulu.