Archive for 2015

Aku Memilih Bungkam

Kamis, 05 November 2015 Comments Off

“Kamu masih ingat hari ulang tahunku kan?”
Aku hanya tersenyum ketika rangkaian kalimat pertanyaan itu engkau lemparkan padaku.  Tentang hitungan kelima dari sebuah penanggalan di bulan November. Sebuah hari istimewa untukmu yang selalu hadir di setiap tahun Masehi. Di saat seharusnya engkau merayakan kebahagiaan bersama semesta, aku memilih bungkam.

Aku tersenyum ketika engkau menceritakan saat teman-temanmu menghadiahimu dengan sebuah tas cantik. Di lajur-lajur jejalanan Jogja, diatas 2 roda yang masih setia menemani untuk membawa kedua pantat kita, engkau tak henti-hentinya bercerita tentang tas itu. Dan ya, aku masih memilih bungkam.

Aku pun tersenyum manakala engkau ceritakan tentang kado dari seorang kawan kecilmu. Sebuah bingkisan berwujud kaset lagu. Entah sayang entah rindu, aku tak begitu mencerna maksud temanmu itu, yang jelas aku cemburu. Di ruang tamu, bersandar di kursi kayu buatan almarhum bapak, engkau memamerkan bingkisan itu. Aku bahagia saat melihat binar keceriaan tersirat dari kedua matamu. Mungkin engkau hendak memintaku untuk mengutarakan kata ataupun kalimat. Lagi-lagi aku pun memilih bungkam.

Sekali dalam kehidupan yang pernah kita jalin saja, aku belum berhasil membahagiakanmu. Hanya untuk memberikanmu sebuah kado saja, aku belum bisa, bagaimana nanti ketika kita berumahtangga. Pikiran sok kemaki dan sok dewasa mendadak menyeruak di balik bilik-bilik otakku, menjadikanku ke-tua-tuaan. Hahahaa...

Tentu sekarang engkau sudah tahu alasanku tersebut. Dan di hari istimewa ini, 5 November yang teristimewa, aku diam. Tentu engkau pun tau alasanku. Sama seperti ketika aku mengecupmu waktu itu. Tidak memberikanmu ucapan selamat atas kebahagiaanmu yang telah bertambah hari lahir bukan alasan aku tidak mendoakanmu, bukan pula alasan aku melupakanmu dan bukan juga alasan aku membuang jauh kenangan itu.
 
Aku hanya memilih untuk bungkam.

Ch’emi Bavshvi, Quid Tam Gravis

Sabtu, 14 Maret 2015 » 1

Sebuah sepeda motor melaju melibas udara panas di sebuah siang yang mataharinya tak terlalu menyapa ramah penghuni bumi. Lelaki kumal itu tampak terburu-buru mengendarai sepeda motornya. Jadwal ketemuannya dengan seorang dosen pengajar di sebuah perguruan tinggi swasta menjadikan semua jadwal pribadinya terkesan hanya cadangan saja. Meski demikian masih ada sebuah jadwal yang hendak ditepatinya. Sepasang gelang kayu bertuliskan inisial namanya dan mantan kekasihnya tak lupa dia bawa. Sebagai sebuah hadiah permohonan maaf tulus darinya. Tak seberapa jika dibandingkan dengan cincin emas atau kalung permata, tapi setidaknya hanya itu yang mampu dia berikan.

Beberapa minggu sebelumnya lelaki itu harus melepas kepergian kekasihnya karena satu dua hal yang tak bisa dia lawan dan perjuangkan. Kesedihan memang tak pernah dia tampakkan kepada sesiapapun manusia di bumi. Apalagi kepada mantan kekasihnya. Sederhana saja, dia hanya tak ingin merubah perasaan suka masing-masing manusia di bumi menjadi sebongkah kedukaan karena rasa sedih yang dia wujudkan. Dia tak inginkan hijaunya pepohonan itu meranggas menjadi kuning yang sia-sia. Hari ini, seusai dia bertemu dengan sang pengajar, dia hanya ingin menemui mantan kekasihnya itu demi untuk memberikan sepasang gelang kayu itu padanya serta untuk mencoba merubah kembali semuanya yang pernah gagal menjadi hari-hari yang indah lagi.

Sebuah perempatan dengan lampu merahnya menghentikan laju sepeda motornya. Dia menunggu. Menunggu hingga hijau memperkenankannya untuk melaju kembali. Terik matahari tak lagi sesadis tadi. Sedikit meredup. Mendung. Senyum simpul tersungging karena harapan untuk bisa menjalin kembali hubungan asmara dengan kekasihnya akan dia perjuangkan hari itu. Tapi sepertinya Tuhan tak pernah mengijinkannya lagi mengembalikan perasaannya kepada mantan kekasihnya seperti waktu dulu.

Baca selengkapnya »

Twice of Us

Senin, 09 Maret 2015 » 0

This day is the day. Hari yang pernah aku firasatkan akan terjadi. Kehilanganmu untuk kedua kalinya. Luka yang lama pernah berangsur sembuh tak terasa kini terasa kembali pedihnya. De Javu. Iya, persis dengan sekian puluh tahun lalu ketika situasi yang mirip aku alami. Dan kali ini pun aku akan melakukan hal yang sama. Menghilang dari pandanganmu demi untuk menyembuhkan luka ini sendirian.

Kedatanganmu dulu menghampiriku yang masih belum begitu mengerti apa arti cinta, begitu berarti. Kau ajari aku arti menyayangi. Kau berikan padaku arti dari sebuah rasa memiliki. Hati. Aku belajar. Aku berusaha secepat aku mampu untuk bisa memahami setiap ajaranmu. Hingga hati kita pun berpadu. Dalam sebuah rasa yang kita namakan cinta.

“Eh, kok nyium? Emang kita udah jadian?”, tanyamu manja waktu itu memecah keheningan sebuah siang.

Baca selengkapnya »

4.39 PM

Kamis, 05 Maret 2015 » 0



Kuhisap asap rokokku dalam-dalam, kemudian kuhembuskan pelan. Kepulnya pun bersimbiosa dengan oksigen sekitar, mewarna mengabu-abukan pandangan mata sesaat. Lalu kutaruh di asbak terdekat. Asapnya masih mengepul. Menari-nari di serangkaian tembakaunya yang belum usai terenggut. Aku tersenyum. Jemariku kembali bercengkerama dengan tuts-tuts keyboard laptopku. Denting klik demi klik memecah keheningan hari ini. Membubuhkan huruf demi huruf rangkaian aksara pada lembaran A4 dokumen yang tengah kuketik.

Terkadang jariku berhenti sejenak. Memainkan pensil yang ada di sebelah laptop. Berharap dari setiap putaran pensil di sela-sela jari ini mampu menstimulasi otakku agar kembali mencurahkan tiap fluktuasi ide menjadi rangkaian makna untuk bisa kuceritakan. Sesekali seduhan kafein di dalam secangkir kopi pun menghangatkan cangkang tempat otakku bersemayam. Bersahabat dengan rokok serta kopi ini cukuplah untuk menemaniku bercerita. Rangkaian kisah kehidupan yang ternarasikan dalam bait-bait kisah yang tak terlalu sempurna. Iya tak sempurna. Tak pernah ada yang sempurna dalam guliran roda kehidupan di bumi ini. Karena kesempurnaan sejati hanya milik Sang Illahi.

Baca selengkapnya »

It's About The Story part.2

Senin, 02 Maret 2015 » 0


Tak pernah menyesal adalah prinsip laki-laki. Senyuman tipis beserta kepal semangat menyertaiku berjalan menapaki jejalanan ini. Langkah ini terasa amat ringan. Tak lagi seperti kemarin ketika perasaan ini digelayuti kerinduan yang melebamkan hati. Kemudian dari sisi kanan muncul sosok perempuan lain. Dia tawarkan padaku sebuah hari baru. Sebuah hidup yang semestinya berjalan dan tertempuh. Kami saling memandang. Mata bulatnya penuh dengan berjuta harapan. Serta semangat-semangat yang berwarna.

Jemarinya pun menggenggam erat jemariku. Jemariku pun menyambut. Kami pun bergandengan. Mata kami lurus menatap ke depan, ke sebuah ujung tak berbatas yang disekelilingnya ditumbuhi pepohonan aneka macam warna. Rimbun. Indah. Lalu di tengah perjalanan berdua kami, muncul sosok perempuan mungil dari sisi kiri kami. Rambut lurus. Mata bulat dan senyum mungilnya terlihat lucu serta menentramkan hati. Diulurkannya jemarinya untuk kemudian kusambut. Lalu kuangkat tubuhnya. Kuletakkan di pundakku. Kemudian kami bertiga pun segera meneruskan kembali alur perjalanan cerita yang tak akan usai tergerus waktu.

Iya. Ini adalah sebuah perjalanan tanpa akhir.

Terimakasih Tuhanku. Puji syukur senantiasa kupanjatkan padaMu untuk setiap goresan-goresan cerita yang menaungi setiap langkah hidupku semenjak mata ini bekerjap pertama kali. Serta semenjak nafas bumi ini terhirup untuk pertama kali. Semoga amanahMu bisa kujaga dengan penuh kekuatan dari siraman Maha KebijaksanaanMu Tuhan.

Selamat datang kedua malaikat cantikku...


It's About The Story part.1

» 0


Aneh. Iya aneh. Setelah kehadiranmu kemudian kepergianmu yang kedua kini, aku kesulitan untuk menyatukan kembali kepingan ingatan itu. Kepingan itu seperti telah pecah lagi menjadi kepingan-kepingan lain yang serpihannya lebih kecil. Bahkan untuk memungutnya pun seperti tak mampu lagi. Aku pun tak berusaha untuk memungutnya lagi karena dirimu pun telah melarangku.

Genggaman kita berdua pun saling terlepas. Lalu engkau pun melangkah pergi, aku pun sama Ke sisi arah yang saling berlainan. Mulanya, terasa perih dari bekas luka itu kembali menyembilukan hati. Bahkan awalnya sempat kuurungkan untuk melanjutkan langkahku. Tapi tatkala kutengok ke arah dirimu, aku melihat langkah-langkah kecil yang terus menapaki jejalanan sepi kian menjauh. Iya, dirimu semakin menjauh. 

Baca selengkapnya »

Berlayar Tak Bertepian

Sabtu, 28 Februari 2015 » 0

Akhirnya ketemu juga setelah gw iseng-iseng searching lagu ini. Belum pernah sama sekali gw ngelihat performa Ella secara live. Video klipnya pun amat sangat rare. Hahahaa...

Entah mungkin SD waktu gencar-gencarnya Malaysia menghantam keeksisan musikalitas mereka ke kancah tanah air, gw menikmati sekian lagu-lagu dari tanah melayu tersebut. Dan salah satunya adalah Ella. Lagu ini bener-bener ngingetin gw ke masa-masa itu. Bahkan pernah dianter bapak buat nyari buku lagu Malaysia-an kek dulu. Dan kalian gak perlu ngejudge umur gw. Hahahaa.. Setidaknya lagu-lagu ini lebih bertahan lama daripada lagu-lagu sekarang. Kenapa? mbuh. Tapi setidaknya itu yang gw rasakan. Sekarang mungkin lebih gencar secara seseorang baik individu atau secara genre band menciptakan lagu, tapi keeksisan musikalitasnya? mbuh.

Dan setelah sekian lama tahun berganti, secara gak sengaja gw dengerin sayup-sayup lagu ini yang disetel tetangga. Itupun waktu lagi di jamban. (amit-amit bocah!)  Kampret gw kenal lagu ini. Tuwir yak umur gw? mbuh. Jari-jari pun segera berloncatan kesana-kemari diantara tuts keyboard dan voila... ketemulah lagu ini. Pertanyaannya adalah  njuk ngopo? Iyak gak ngapa-ngapain. Orang gw yang suka, gw yang dengerin, sebodo amat... :P

Met dengerin yak... :rotfl:









Selamat Tinggal Ana

» 0


Pagi tadi, tatkala dentang waktu baru saja mengetukkan hitungan ketujuhnya, seorang sahabat datang padaku. Tampak semburat wajah penuh kesedihan yang kubaca dari dirinya. Kami duduk di teras depan. Sedikit tersengal dia berusaha mengutarakan apa yang dipendam dalam benaknya. Kusodorkan padanya sebotol air putih, tak manis memang, tapi setidaknya bisa membantu dia mengurai setiap kalimat yang hendak dia katakan. Diminumnya air putih tadi. Beberapa tetes keringat tampak mengalir pelan di sisi kening, menemani merah matanya yang terlihat sedikit sembab.

“Ada apa teman?” tanyaku memulai obrolan kami.

“Hmmh...”, tukasnya pelan seraya menjilati tetes terakhir air putih itu di bibirnya, untuk kemudian melanjutkan, ”Kamu masih ingat Ana?”

.

Sekilas ingatanku melibas puluhan waktu silam. Iya Ana. Aku mengenalnya karena dia adalah kekasih dari temanku, Yudi, orang yang saat ini atau setidaknya pagi tadi menemuiku di rumah. Perempuan yang berparas cantik, batinku saat pertama kali aku diperkenalkan oleh Yudi, tatkala dia mengajakku untuk menemuinya. Sebaris bekas luka di pipi tak mengurangi kecantikan perempuan ini.

Baca selengkapnya »

Ch'emi Siqvarulli, Vamo Alla ...

Kamis, 26 Februari 2015 » 0

Layaknya sebuah perjalanan, hidup pun membutuhkan tanda. Tanda untuk sesuatu yang pernah dan telah terjalani. Aku dan dirimu pernah melewati dan melintasi bersama jalan yang sama. Jalan yang semula berbeda kemudian sempat kita berdua coba untuk samakan. Aral dan rintangan kita coba lalui. Hingga tibalah kita pada sebuah persimpangan yang muncul untuk memisahkan kita. Persimpangan yang mengharuskan kita sebagai manusia untuk tetap melewatinya. Berpisah.

Kemudian sekian purnama pun berlalu dalam keterpisahan kita. Dalam alur kehidupan kita masing-masing. Pada lajur jalan yang kita lalui sendiri-sendiri.

Baca selengkapnya »

Mimpi Itu Telah Usai

» 0

Kedua kelopak mataku membuka. Berat memang. Kerjap-kerjap mataku berusaha membeningkan apa yang ada di depanku. Jernih kini semua ternampak sudah. Kugerakkan tubuhku. Menggeliat pelan. Lalu duduk. Kucium aroma keringatku. Aah...kecut. Tak apalah toh ini aromaku sendiri. Kesturi surga pun tak mampu menyainginya.

Sejenak bibirku tersungging senyum kecil. Masih terngiang remah-remah mimpi semalam. Berkenalan dengan seorang perempuan. Kulitnya begitu putih. Rambutnya yang lurus menjuntai dan terkadang tersibak karena kecupan angin bumi. Jaket biru serta jeans warna birunya membungkus tubuh indah itu. Gayanya yang lincah begitu terlihat catchy di mataku. Sesuatu yang belum tentu bisa aku dapatkan pada perempuan lain. Di lantai sebuah gedung kampus ungu itu awal kami berkenalan. Lembar tugas sebuah mata kuliah menjadi alasan kami berkenalan. Fa, dia memperkenalkan diri seraya menjabat jemari tanganku.

Baca selengkapnya »

You Deserve Better

Senin, 23 Februari 2015 » 0


Seperti kata-katamu, mungkin inilah jalannya. Takdir. Bilangan aksara yang meluncur dari bibirmu aku rekam sedemikian cermat. Meski akurasinya tak pernah aku rasakan. Memulai sebuah perasaan yang pernah lenyap, bukanlah sebuah hal yang bisa dilakukan setiap spesies manusia di bumi. Melempar-sambut setiap rasa antara kita telah lama tak lagi kita lakukan. Dan engkau datang kembali. Membawa serpihan perca rasa itu padaku. Pada kita. Hanya untuk dikenang, katamu. Yeah...tak semudah itu sayang. Kenangan adalah puing terdalam dari sekian pendaman rasa serta ingatan yang pernah menjadi sebuah liku kehidupan yang terjalani. Lalu tiap perca itu pun kita rajut hingga menjadi sehelai kisah.

Sekali lagi aku bilang padamu, sayang. Ini adalah rajutan perca kisah yang pernah terpotong. Berhati-hatilah dengan setiap rajutan dan jahitannya agar helai kisah ini bisa dinikmati menjadi setangkup kenangan yang indah. Jika kau memang berniat merajut setiap potongan perca ini, aku akan membantumu sayang. Akan kuberikan juga padamu perca-perca kenangan yang ada dalam benakku. Untuk kemudian kita jahit berdua. Lagi. Lalu cintaku, aku ingatkan juga padamu, bahwa ada helai-helai kain lain yang baru yang masih menempel pada perca itu. Bisakah kau memisahkannya tanpa sedikitpun mengoyak jahitan rasanya? Dan engkau pun bimbang. Tak mampu bibirmu menjawab pertanyaanku kali ini. Maka sejenak kuhentikan jemariku merajut perca tadi.

Baca selengkapnya »

Aku Takut ...

Jumat, 20 Februari 2015 » 0

Lelaki itu termenung. Sebentuk tubuh tambun itu berhenti di sebuah taman. Kemeja hitamnya terlihat lusuh. Begitupun celana jeansnya terlihat kumal. Sepasang sepatu kasualnya tampak begitu kotor dengan tali sepatu di sepatu kiri yang terurai tak lagi mencengkeram lubang talinya. Pun warnanya tak lagi seputih saat dibelinya dari sebuah toko barang bekas sekian tahun lalu. Pudar. Wajahnya terlihat penuh kelelahan, atau mungkin beban. Mata yang nanar memandang kosong ke depan. Cambang yang menghiasi pipinya terlihat agak kecoklatan. Sementara jenggotnya pun tak lagi rapi seperti ketika usai mandi. Di genggaman tangan kirinya sehelai kertas yang sudah tak lagi rapi.

Pagi tadi, lelaki itu telah berhiaskan wewangian parfum serta mengepasi setiap kemejanya. Berdandanlah layaknya akan berjumpa dengan wanita yang dikasihinya. Wanita yang sekian lama tak pernah berjumpa, setelah perpisahan puluhan tahun.

Baca selengkapnya »

It's Amazing

Rabu, 18 Februari 2015 » 0


Gak sengaja liatin trailer movie di GlobalTV dan seneng banget ama music scoringnya. Search aja dan muncullah JEM. Aaahh... ngingetin aja ama dirimu. Dirimu yang memang selalu amazing di mataku. Apapun yang kamu lakukan selalu amazing. Hahahaa... both of us really amazing, right?


Do it now
You know who you are
You feel it in your heart
And you're burning with ambition

At first, wait,
Won't get it on a plate
You're gonna have to work for it harder and harder

And I know
'cause I've been there before
Knocking on the doors with rejection (rejection)
And you'll see
'cause if it's meant to be
Nothing can compare to deserving your dream

It's amazing,
It's amazing all that you can do
It's amazing,
Makes my heart sing
Now it's up to you

Patience, now, frustration's in the air
And people who don't care
Well, it's gonna get you down

And you'll fall
Yes, you will hit a wall
But get back on your feet
And you'll be stronger and smarter

And I know
'cause I've been there before
Knockin' down the doors,
Won't take "No" for an answer
And you'll see
'cause if it's meant to be
Nothing can compare to deserving your dream

Oh-oh-oh

Don´t be embarrassed, don´t be afraid
Don´t let your dreams slip away
It's determination and using your gift
Everybody has a gift
Never give up, never let it die
Trust your instincts and most importantly
You´ve got nothing to lose
So just go for it

Ah-ah-ah




Hai Sayang

» 0

Ada yang pernah datang, ada yang telah pergi. Seperti semilir helai angin yang menerobos sela-sela batin, sekuncup rindu yang bertunas manja. Aku memegangnya. Aku menciumnya. Pada kuncup rindu itu. Pada seberkas wajah yang tak akan lekang dari ingatan. Pada rambut yang terurai lurus dan acap melambai terkecup angin. Pada seulas senyuman dari bibir mungil warna merah jambu itu. Pada setiap jengkal inci tubuhmu. Rerimbunan kenangan ini masih tertanam rapi tanpa sedikitpun tersibak.

Hai sayangku, apa kabarmu? Masihkah rindu pada sosok manusia ini. Sosok manusia yang hampir selalu meninggalkan aroma kecut di setiap apa yang ditinggalinya. Hahahaa...

Baca selengkapnya »

Sehelai Perca

Selasa, 17 Februari 2015 » 0


Hingga hari ini, manakala terketuk hitungan ke-16 dalam sebuah penanggalan Masehi bulan ke-2, aku diam. Jari-jemariku terkadang menari lincah di setiap geseran layar ponselku. Merangkai setiap huruf menjadi sebuah kata yang kemudian ditangkupkan dalam setiap untai kalimat yang bermahkota makna. 12 tahun telah menjadi sebingkai perca kenangan indah dan pernah aku pasang di dinding hati. Bukan sebuah waktu yang hanya bergulir pendek. Dan dalam sela-sela purnama di tiap guliran bulannya, langkahku pun telah saling terisi dan terberai dalam selang seling kehidupan.

Engkau hadir. Datang bahkan tanpa sebuah rencana. Tanpa imajinasi apapun yang pernah tercipta ataupun sekilas terlintas.  Begitu saja. Tersenyum dalam bingkai yang pernah kutambatkan di dinding relung hati. Lalu aku menyambut uluran ajakanmu untuk bersama terbang dan menikmati tiap-tiap perca kenangan yang melayang serta masih terngiang. Berdua. Saling menebar canda di sela tiap katupan kata dan untai kalimat. Lalu tertawa. Potongan demi potongan saling terangkai membentuk sebuah lukisan waktu yang utuh. Tentang dua pasang sipitnya mata kita. Tentang ulas cerita masing-masing. Tentang makna kehidupan yang urung termaknai di beberapa waktu silam. Kita saling menangkap dan melempar masing-masing cerita kita. Kemudian tawa kembali menghiasai kedua simpul bibir masing-masing.

Aku menikmatinya. Sejenak melupakan penat yang menekan setiap kehidupanku. Kamu. Kita. Menciptakan sebuah dunia untuk kita berdua. Menikmatinya hanya berdua. Meski aku sadar ini hanyalah semu belaka. Fatamorgana dari visualisasi kepingan memori waktu itu. Aku tak peduli.  Karena aku menikmatinya. Seperti menemukan keping puzzle yang hilang sekian tahun lamanya. Dan itu kamu. Iya itu kamu. Kamu yang pernah mengisi hari-hari indahku. Kamu yang pernah menguntai dan merangkaikan makna cinta untuk kita. Kamu yang pernah membuatku bahagia.

Terimakasih ya...