Archive for Maret 2012

Recycle Bin Art

Kamis, 08 Maret 2012 » 1

Itu lukisanmu buatanmu ya? Sebongkah pertanyaan menggelinding dari paruh mulut seorang kawan manakala dilihatnya sebingkai lukisan terpampang di sebuah tembok gedung pameran. Aku menoleh. Mataku mengikuti arah yang ditunjuk oleh seorang kawan tadi. Sebuah lukisan yang memperlihatkan gambar visual tentang seorang petani berbaju kumal, dekil dan lusuh, yang terdeskripsikan dengan jelas. Sedikit berat kepalaku mengangguk menjawab pertanyaan awal seorang kawan tadi. Lalu kulihat kepala kawan tadi manggut-manggut sejenak. Lho kok bagian pinggang ke bawah belum kamu lukis? Bola pertanyaan lanjutan ini yang kemudian sedikit membungkamku.

Aku masih ingat beberapa masa yang silam ketika aku hendak memulai melukis sang petani kumal, pesanan seseorang dari rimba raya metropolitan. Beribu referensi yang kucoba cari untuk memadatkan imajinasiku sudah kutelan mentah-mentah dan kupatri di otak. Setelah memilah dan memilih diantara ribuan referensi yang sudah tersimpan akhirnya kuputuskan untuk memulai menggoreskan tinta pertama di kanvas putih. Sret.. Sret.. Sret.. Hm, dah kelihatan bentuk visualnya aku pikir. Wajah yang kuyu. Mata yang sayu. Sedikit menghitam di kantung matanya. Gurat-gurat usia terpancar dari wajah tuanya. Tapi otak kananku kemudian berbisik lirih. Kurang ciamik bos, bisiknya. Kemudian aku mulai mengubah beberapa proporsi lekuk wajahnya. Sedikit lebih baik, kataku. Berganti otak kiriku yang mengajukan protes. Bos, inget batas waktu pengerjaan lho. Sial!

Kembali aku meneruskan goresanku hingga kemudian membentuk badannya. Kurus. Warna kulit yang sudah kusam. Menua. Tapi di saat itu pula otak kananku kembali membisikiku. Bos, masa telanjang bos? Pakaikan baju dong. Yang dekil. Kusam. Hm, boleh juga naluriku mengiyakan kemudian. Sepakat. Aku ubah dengan menggunakan baju. Di waktu yang hampir bersamaan kemudian, otak kiriku memperingatkan lagi. Bos, batas waktu bos. Ingat bos! Argh sial! Otak kiri dan otak kananku saling berjibaku membuat insting imajinasiku buyar. Aku bergelut diantara idealisme seni dan batas waktu logika. Argh! Dan tanpa aku sadari dentang pergantian hari telah menunjukkan penanggalan yang terpenggal di hari terakhir. Kuambil lukisanku kemudian kubingkai.

Idealisku mengalahkan logikaku kawan, jawabku pada pertanyaan seorang kawan di awal tadi. Maksudmu? Dia bertanya. Ini adalah recycle bin art, jawabku sekenanya mulutku bergumam mengambil istilah entah dari ensiklopedia seni dunia mana. Mbuh! Kawan tadi hanya manggut-manggut mengiyakan meski sedikit ragu. Dalam hatiku aku berbisik lirih padanya, ini adalah karya sampah. Ketika kamu tidak bisa menyeimbangkan antara sisi idealismemu dengan sisi logika nalarmu. Tapi setidaknya kamu tidak perlu tahu itu kawan. Dia tersenyum. Aku pun tersenyum. Telapak tangan kanan kami pun saling bertemu. Jabat tangan erat. Sepakat!