Archive for 2011

Maruk

Rabu, 28 Desember 2011 » 2

Maruk dalam beberapa artian tertentu adalah keinginan untuk memiliki sesuatu secara berlebih bahkan melebihi apa yang dimampuinya. Tidak merasa puas dengan apa yang sudah dicapai. Cenderung berusaha mencapainya bahkan dengan menempuh cara-cara yang tidak dipedulikan benar tidaknya. Lalu sebenarnya apa dari arti maruk sebenarnya? Dalam satu definisi, maruk diartikan sebagai hasrat atau keinginan berlebih/eksesif untuk sesuatu.

Dalam definisi di atas, kata yang perlu kita garis-bawahi adalah “eksesif/berlebihan”. Setiap orang tentunya mempunyai kebutuhan dan juga keinginan. Adalah suatu hal yang wajar jika kita ingin lebih pintar, lebih cantik, lebih kuat, atau juga lebih kaya. Tetapi tentunya bukan sesuatu yang wajar ataupun sehat jika keinginan-keinginan semacam itu kita ikuti secara berlebihan/eksesif. Segala sesuatu yang eksesif dan berlebihan akan selalu menimbulkan ekses dan dampak yang negatif. Bahkan hal-hal yang “baik” pun jika dilakukan berlebihan malah akan berbalik menjadi “tidak baik”.

Lalu kenapa maruk menjadi tema tulisan kali ini? Tidak lain adalah karena sifat dan karakter dari maruk tengah menyeruak sedemikian hebatnya dewasa ini. Hampir kebanyakan orang tengah “menderita” penyakit hati satu ini. Beberapa tipikal orang tentu pernah kita temui dan kita sama-sama menuju kesepakatan bahwa itu adalah sifat maruk.

Seperti para pejabat parlemen dan pemerintahan yang meskipun telah duduk di kursi parlemen yang (seharusnya) mulia tapi serasa masih kurang dalam mencukupi kebutuhan, kehidupan serta untuk menopang pekerjaannya. Gedung dan mobil mewah menjadi salah satu “tuntutan” mereka untuk menopang kerjanya agar menjadi lebih baik. Kesejahteraan pribadi dengan parameter yang tidak jelas pun menjadi tuntutan primer. Tidak cukupkah gaji mereka (yang diatas rata-rata pendapatan masyarakat Indonesia secara umum) sebagai anggota dewan selama ini? Apa yang menjadi kekurangan mereka? Sedangkan selama ini belum satu pun hasil kerja mereka yang bisa dinilai sebagai kepuasan publik dan bernilai positif.

Contoh lain adalah tumbuhnya kapitalisasi penguasaha lokal di seantero negeri. Berusaha mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan pengeluaran sesedikit-sedikitnya memang prinsip utama dalam sistem  ekonomi sebuah badan usaha. Tapi kesejahteraan untuk para karyawannya pun seharusnya juga diperhatikan. Tidak karena kemudian mendapatkan keuntungan dari sebuah project sedemikian besar tapi demi pengiritan serta pengelolaan keuntungan yang seminimal mungkin tanpa distorsi arus bawah, lalu karyawan ditekan dengan berbagai aturan serta pemberian upah yang timpang dengan keuntungan yang didapatkan perusahaan. Apalagi dengan sistem yang belum stabil dan semrawut. Sebuah statement dari salah seorang kawan masih teringat di kepala, “Kesalahan terbesar dari seorang bos adalah menganggap karyawannya sebagai PEKERJA bukan sebagai ASET”. Karyawan adalah sebuah aset yang tidak ternilai bahkan oleh alat dan media dengan teknologi mutakhir sekalipun.

Menjamurnya calon-calon kapitalis kecil pun turut mewarnai menyeruaknya sifat maruk. Usaha-usaha kecil yang baru saja menancapkan brand pertama mereka telah mulai memakai cara perhitungan maruk meski dalam taraf kecil juga. Berusaha mengambil semua penawaran kerjasama yang ada padahal tidak mempunyai sistem serta SDM yang memadai. Tapi kenapa tetap saja dipaksakan? Dan begitu telah sampai di tenggat waktunya, mereka minta mundur. Bahkan meski sudah menggunakan legal letter sekalipun. Kebanyakan kemudian memojokkan dengan hal-hal yang mencengkeram sisi kemanusiaan kita, seperti ada kerabat yang sakit lah, mendadak kecelakaan lah, dll. Kalau memang tidak sanggup untuk mengerjakan kenapa tidak mengatakan dari awal? Tentu saja karena giuran nominal uang dari project yang ada terkadang membuat seseorang menjadi gelap mata.

Kekayaan tidak akan membuat anda menjadi cerdas, khususnya cerdas dalam menyikapi sesuatu selain hal-hal yang berhubungan dengan uang.

Tidak banyak orang yang mampu membebaskan diri dari uang. Bahkan berusaha laripun uang akan tetap mengejar. Membebaskan diri dari uang bukan jalan satu-satunya untuk menjadi tidak maruk. Yang perlu dilakukan cukup hanya dengan belajar memahami hubungan antara uang dan hidup kita. Menemukan komposisi yang paling ideal.

The Dark Knight Rises Prologue

Rabu, 21 Desember 2011 » 2

Sebuah cuplikan video berdurasi 6 menit dari film The Dark Knight Rises telah beredar di internet. Pada acara resminya, peluncuran prolog ini adalah pada saat tayang perdana versi IMAX film Mission Impossible: Ghost Protocol di bioskop Amerika Serikat. Video ini sendiri merupakan pemunculan ketiga dari karakter villain Batman yaitu BANE setelah pemunculannya di teaser dan trailer The Dark Knight Rises.

Tayangan 6 menit tersebut dibuka dengan adegan singkat Jim Gordon yang berpidato di pemakaman Harvey Dent yang (besar kemungkinan tewas oleh Batman di film sebelumnya: The Dark Knight) menjadi karakter villain Two Face.

Kemudian adegan beralih ke pemandangan sebuah padang rumput. Sebuah mobil jeep terlihat menyusurinya. Beberapa orang dengan penutup kain kepala warna hitam, terlihat di bagian belakang mobil. Beberapa orang bersenjata berada di dalam mobil, yang menuju ke lokasi sebuah pesawat kecil yang telah mendarat. Selanjutnya adalah adegan pertemuan antara orang-orang jeep dengan seorang agen CIA beserta beberapa tentara di lokasi pesawat kecil berada. Terjadi serah terima tawanan istimewa kepada agen CIA yang mengenali tawanan satu lagi yang berkerudung kain hitam sebagai BANE. Tahanan istimewa dan para pria dengan tutup kain kepala warna hitam itu kemudian dimasukkan ke dalam pesawat. Pesawat kemudian terbang melintasi sebuah pegunungan.

Adegan kemudian beralih di dalam pesawat, saat seorang tentara menginterogasi seseorang yang bertutup kain kepala hitam dengan membaringkannya setengah tergantung di tepi pesawat seraya menempelkan senjatanya di kepala orang tersebut, dengan posisi pintu terbuka pada saat pesawat masih terbang di angkasa. Tapi kemudian seseorang lain yang juga berkerudung kain hitam membuka suara. Agen CIA itu kemudian membuka tutup kepala hitam orang tersebut, dan terlihatlah wajah BANE dengan jelas. Selanjutnya terjadi adegan dialog antara agen CIA tersebut dengan Bane. 
 

Beberapa saat kemudian muncul sebuah pesawat kargo terbang menyusul pesawat kecil yang mengangkut para agen CIA dan juga Bane tersebut. Pesawat kargo itu lalu melayang tepat diatas pesawat kecil hingga mengakibatkan terjadi kekacauan navigasi di kokpit pesawat kecil. Dan kemudian terdengarlah dialog yang paling jelas dari agen CIA dan Bane diantara dialog keduanya sepanjang durasi.

CIA agent: Congratulations, you got yourself caught. Now what's the next step of your masterplan?
Bane: Crashing this plane.

Beberapa orang dengan pakaian khusus turun menggunakan tali dari pesawat kargo lalu mendarat di pesawat kecil. Bane kemudian melepaskan tali ikatannya. Selanjutnya terjadi adegan baku tembak dari orang-orang kargo dengan tentara dari pesawat kecil. Orang-orang kargo yang ternyata anak buah Bane, itu kemudian mengikatkan tali khusus dengan pasak ke badan pesawat kecil. Adegan gila selanjutnya adalah adegan pesawat kargo yang menarik pesawat kecil dengan memanfaatkan tali yang dipasakkan ke badan pesawat kecil hingga mengakibatkan pesawat kecil terjungkir dengan kokpit menghadap ke bawah dan ekor ke atas. Kemudian terjadi adegan perkelahian dalam suasana kacau di dalam pesawat kecil. Kedua sayap pesawat kecil kemudian patah menjadi keping-keping. 
 
Adegan berganti kemudian dengan masuknya agen-agen Bane ke dalam pesawat kecil setelah menghancurkan bagian ekor pesawat kecil terlebih dahulu. Agen-agen Bane ini membawa sebuah kantung mayat yang berisi seseorang yang tidak tahu kondisinya sudah mati ataukah masih hidup. Kemudian Bane dan para anak buahnya terlihat melakukan transfuse darah dengan menggunakan selang antara tahanan istimewa kepada seseorang yang ada di dalam kantung mayat itu. Adegan ini sedikit membingungkan. Dan semua adegan pembajakan tersebut diakhiri dengan adegan Bane dan si tahanan istimewa yang bergantung menggunakan tali khusus yang diikatkan antara keduanya dan ditarik oleh pesawat kargo. Sementara pesawat kecil jatuh ke bumi. Entah dengan nasib orang-orang kepercayaan Bane beserta para agen CIA tadi. Adegan ini juga aneh.

Setelah itu barulah dimunculkan potongan-potongan adegan dalam film The Dark Knight Rises, seperti Batman yang menodongkan sebuah senjata. Bane yang menggunakan jubah kebesarannya. Kemudian Bat-Copter (pesawat helicopter milik Batman) yang terlihat mengejar sebuah Tumbler bercorak militer. Siluet seseorang yang menuruni sebuah sumur (sepertinya sumur tempat Bruce Wayne kecil jatuh di film Batman Begins). Lalu adegan duel tangan kosong antara Batman melawan Bane. Sekilas muncul Catwoman berjalan diantara terali penjara. Lalu terlihat Batman yang mengendarai Batpodnya. Kemudian muncul John Blake. Lalu Selina Kyle di dalam mobil. Adegan berganti pada 2 gerombolan yang berseberangan saling berlari ke satu titik pertemuan. Lalu beralih ke adegan Bane yang menekan sebuah alat seperti pemantik bom. Selanjutnya tampak sebuah Tumbler meledak dan terguling. Dan kemudian muncullah adegan yang paling bikin merinding yaitu terlihatnya sebuah tangan (besar kemungkinan adalah tangan Bane) yang menenteng topeng Batman yang rusak lalu membuangnya. 6 menit prologue itu ditutup dengan logo Batman diatas retakan kaca (mungkinkah ini kaca dari lampu Bat-Signal?).

Beberapa hal yang bisa disimpulkan dari tayangan 6 menit tersebut diantaranya adalah munculnya beberapa adegan yang membingungkan, dialog Bane yang tidak jelas terdengar, serta adegan brutal yang bakal dinanti antara Batman melawan Bane (mengingat bahwa di komik sempat terjadi adegan perkelahian Batman dan Bane yang diakhiri dengan patahnya tulang punggung Batman akibat diremuk oleh Bane dengan menggunakan kakinya) untuk film terakhir Batman arahan Christopher Nolan ini. It’s so epic!


Bangku Taman

Jumat, 09 Desember 2011 » 0

“Dik, maafkan aku. Saat kau menerima sms ini, aku telah berada di kampung. Kau tidak usah mencariku karena aku tidak akan kembali. Terimakasih atas semuanya. Semoga Tuhan memberikan jodoh yang terbaik untukmu. Maaf jika aku bukan laki-laki yang baik untukmu. Ponselku akan mati.”
 
Sebaris kalimat berpresentasi di layar telepon genggamnya. Sebaris kalimat yang hendak dikirimkannya lewat sms kepada pacarnya disana. Laki-laki itu terdiam. Matanya terlihat sembab. Sisa-sisa linangan air mata entah kesekian lama pernah berderai menyisiri kedua pipinya, telah membekas. Jemari tangan kanannya terlihat kian erat menggenggam telepon seluler warna hitam dengan keypad yang terlihat telah kusam. Layar telepon pun meredup perlahan.

Ingatannya pun menerawang ke masa sekian lama dulu dia bertemu dengan pacarnya. Di sebuah bangku taman yang catnya telah usang. Beberapa warnanya telah berharmoni dengan karat besi. Laki-laki itu duduk. Sebuah buku digenggamnya. Kedua matanya sibuk mengartikan setiap bait-bait kata yang membentuk kalimat pada setiap paragraf cerita. Tak digubrisnya sepasang burung gereja yang tengah bermain dengan helai-helai jerami kering. Atau ketika barisan semut berjalan diantara kelupas cat bangku yang dia duduki. Dia tetap khusyuk membaca.

Lalu wanita itu datang. Meminta ijin untuk duduk di sebelahnya. Berkaus warna biru dengan balutan syal warna coklat muda. Celana kasual warna krem menghiasi sintal tubuh bawahnya. Rambut yang lurus sebahu diikat ke belakang. Cantik. Dipersilakannya wanita itu duduk di sebelahnya. Wanita itu kemudian duduk. Agaknya kekhusyukannya membaca harus beristirahat sejenak demi menyambut kehadiran ciptaan Tuhan yang indah ini. Wanita itu tersenyum. Dan senyum itulah yang mengawali semuanya. Bergulirlah kata demi kata saling bertukar menjadi cerita diantara mereka berdua. Di bangku taman itu.

Bangku taman itu pun menjadi awal bagi mereka berdua untuk menjadi semakin dekat. Dan tak ada seorang manusia pun yang terkejut ketika kemudian mereka berdua menjalin ikatan saling setia sebagai sepasang kekasih. Masa demi masa yang indah dan getir mereka berdua lalui berdua. Ketika mereka tertawa bersama saat hujan tiba-tiba mengguyur dan mereka lupa membawa payung. Atau ketika dia marah dan bertengkar dengan seseorang karena orang tersebut hendak mencopet dompet kekasihnya. Ataupun ketika kekasihnya jengkel karena dia lupa menjemputnya. Waktu demi waktu terus bergulir. Tak terasa dua tahun telah berlalu semenjak pertemuan  mereka di bangku taman.

Laki-laki itu masih terdiam di kamarnya ketika ingatannya telah kembali dari masa lalunya. Sudah tiga hari ini dia tidak menelepon atau hanya sekedar melemparkan senyuman di sms untuk kekasihnya. Sudah tiga hari itu pula telepon genggamnya dinonaktifkan. Dan baru hari ini diaktifkan kembali dan entah sudah berapa puluh sms yang masuk karena pending. Sms dari kekasihnya menempati rekor terbanyak. Sementara itu telepon genggam masih bergelayut di jemari tangan kanannya. Untai kalimat yang diketiknya tadi masih utuh menempel di layar teleponnya. Agaknya begitu berat sekali untuk mengirimkan kalimat tersebut untuk kekasihnya. Wajahnya terlihat menampakkan kesedihan yang teramat dalam.

Masih terngiang kalimat yang meluncur dari dari sahabatnya tadi siang kepada orangtuanya, seusai keduanya memeriksakan sakit di kepalanya yang mengakibatkannya sempat pingsan. Rasa penasaran karena mendengar sahabatnya hendak berbincang serius dengan orangtuanya manakala dia tengah beristirahat di tempat tidurnya. Di ruang tamu rumahnya, sahabatnya dan kedua orangtuanya berbincang serius namun lirih. Mungkin agar dia tak mendengarnya. Tapi rasa penasaran mengalahkan rasa sakit di kepalanya. Perlahan dia berjingkat untuk menguping pembicaraan antara sahabatnya dan orangtuanya. Lalu, sebaris kalimat membuat orangtuanya terisak. Membuatnya terhenyak. Degup jantungnya serasa berhenti sejenak melantunkan dendang aliran darah ke seluruh penjuru tubuh.

“Pak, maafkan saya, tapi dokter bilang dia kena kanker otak. Hidupnya paling lama mungkin hanya 2 bulan lagi...”

Kalimat itu terus menerus berdenging di kepalanya. Matanya sembab. Tubuhnya berguncang. Tangisnya sepertinya wujud goresan luka yang teramat dalam dia rasakan. Tak lama kemudian jemari tangan kanannya bergerak di antara keypad telepon genggamnya. Kalimat tadi masih berbaris utuh di layar telepon genggam. Dia ingin sekali mengirimkan sms itu pada kekasihnya. Tapi dia juga tidak ingin kekasihnya menjadi sedih. Bimbang dan pedih berkolaborasi menjadi satu harmoni yang berujud getir.

Kedua matanya sembab menahan pedih. Sesaat kemudian dimantapkanlah hatinya. Ibu jari tangan kanannya bergerak menekan tombol untuk mengirimkan sms tadi. Berbarengan dengan linangan air matanya yang terurai diantara kedua pipinya. Serta detak jam dinding kamarnya yang terdengar semakin bertalu.

Terdengar dering nada di telepon genggamnya. Muncul secarik pesan dari operator.

SMS was delivered.

If Everyone Cared

Kamis, 01 Desember 2011 » 0


Entah kenapa saya ingin mengupload lagu ini. Selain lagunya memang enak, video klipnya yang menyerukan perdamaian memang saya suka. Tema lagunya pun enak. Jika semua orang saling peduli, jika semua orang saling menyayangi sesama, jika semua orang tidak saling membanggakan diri mereka sendiri serta menyadari betapa kecilnya kita semua...tentu perdamaian akan terwujud ke dunia.

Dan tentu saja, saya suka lagu ini dari apapun juga. Semoga semua orang juga mencintai perdamaian. We hope so...



Sebatang Rokok, Secangkir Kopi dan Selembar Amplop di bulan Desember

» 0

Hujan belum berhenti. Masih deras.  Aku bisa merasakan dari setiap kelakar derasnya yang menghujam diatas genting. Sorak sorai derainya. Beberapa cipratan airnya menampar kaca jendela kamar pengapku. Beberapa helai daun masih menari diantara kecipak derasnya air hujan yang mendera. Bergoyang dan menari seolah mengajakku untuk ikut berdansa.

Sebatang rokok masih terselip diantara sela-sela jemari tangan kiriku. Diam dan pasrah untuk terus kuhisap hingga pangkalnya yang halus. Terkadang berputar diantara dansa serta tarian jemari yang lincah. Sementara untaian asapnya yang melenggak lenggok kesana kemari semakin memperindah tarian duet tiga jemari dan sebatang rokok. Sesekali kuhisap kembali pangkalnya. Sedikit hangat memang. Dan presentasi nikotin itu memang dahsyat, membuat paru-paruku sedikit menggelinjang.

Secangkir kopi susu hangat pun tak pernah lalai menemani pula. Diam. Khusyuk. Tepekur di pinggir. Kepul uapnya masih kentara. Perlahan 5 jemariku yang lain meraihnya. Cangkir kopi susu itu. Mendekatkannya ke bibirku. Kedua bibir kami pun saling berpagut. Nikmat. Kemudian kuletakkan kembali ke cawannya. Kunikmati sisa-sisa tetesnya yang berkerumun di sela bibir dan lidahku. Sedap.

Hujan masih terus mengguyur. Derainya masih terdengar riuh dari kamar pengapku. Aku masih duduk di lembaran karpet biru usang. Di jemari tangan kananku kini tergenggam selembar amplop putih. Sehelai lembar putih kertas aku simak. Bibirku penat untuk sunggingkan senyuman. Tertera nominal gajiku bulan kemarin. Agak lama kedua mataku memandanginya. Sementara lembar-lembar biru dan merah bernominal masih berbaring di dalam dekapan amplop putih. Melirik pun tidak. Terserah.

Kedua kakiku yang tertekuk bersilangan, kusilangkan kembali. Bersila. Sedikit kesemutan. Kuhisap kembali rokokku yang telah gugur setengah batangnya menjadi abu di peraduan asbak. Jemari tangan kananku mengatup. Meremas perlahan helai kertas putih yang aku genggam tadi. Lalu kulempar ke sebuah keranjang berwarna hijau muda. Masuk! Biasa saja. Tidak ada sorak sorai mengelu-elukannya. Kubuka kembali tangkupan amplop tadi. Kunikmati dan kulumat dengan habis semua warna-warna lembaran nominal biru dan merah itu dengan mataku hingga jengah. Kemudian kututup kembali. Jemari kiriku berdansa lagi. Tapi kali ini menghujamkan sisa batang rokok itu ke asbak. Selesailah hidupmu.

Kupandangi kembali kaca jendela kamarku. Perca-perca air hujan masih bergelayut di mukanya. Lalu saling melorot turun. Hujan telah reda. Tak lagi riuh menari di atap. Hening. Kulipat kembali amplopku kemudian kumasukkan ke dalam tas warna hitam kumalku. Kuraih lagi cangkir kopi susuku kemudian memagutkan kembali bibirnya dengan bibirku. Mantap. Jam berdentang duabelas kali. Hari ini telah bertandang, mengawali hadirnya Desember dalam bagian kehidupanku. Semoga saja tidak kelabu. Kututup tirai jendelaku. Kedua kelopak mataku pun terkatup. Selamat tidur.

Hujan kembali turun. Lebih deras.

Sepoi - sepoi senandung lagu Desember milik Efek Rumah Kaca terdengar mengalun dari player mp3 telepon genggamku.

Selalu ada yang bernyanyi dan berelegi
Dibalik awan hitam
Smoga ada yang menerangi sisi gelap ini,
Menanti..
Seperti pelangi setia menunggu hujan reda

Aku selalu suka sehabis hujan dibulan desember,
Di bulan desember

Sampai nanti ketika hujan tak lagi
Meneteskan duka meretas luka
Sampai hujan memulihkan luka


Say No To War

Rabu, 30 November 2011 » 0

Entah kenapa ketika beberapa kali melihat tayangan di media televisi beberapa waktu ini, mendadak tak bisa melepaskan begitu saja dengan lagu dari Bang Iwan Fals yang berjudul Puing II. Yups, perang dimana mana, entah itu apapun tendensinya, yang jelas perang seharusnya bukan satu satunya jalan untuk menempuh perdamaian, apalagi jika tendensinya memang bukan untuk perdamaian melainkan kepentingan sepihak dari satu dua negara. Keparat memang.

Perang hanya akan semakin membuat menderita rakyat kecil. Rakyat kecil hanyalah manusia manusia Tuhan yang hanya menginginkan bertahan hidup diantara persaingan hidup yang semakin menjadi. Tidak pernah mempunyai keinginan semewah para penguasa. Sesederhana itulah keinginan mereka. Sementara para penguasa dengan mengatasnamakan rakyat kecil, dengan mengatasnamakan keadilan, dengan mengatasnamakan apapun kemudian mengangkat senjata lalu memproklamirkan perang.

Dan memang pada akhirnya semua tahu bahwa keinginan perang itu dimunculkan demi keinginan lain yang merupakan kepentingan beberapa negara. Perebutan lahan minyak dan jual beli senjata menjadi salah satu tendensi terkuat. Lalu apa yang akan didapatkan oleh mereka para rakyat kecil baik dari negara yang mencetuskan perang maupun negara yang diperangi? Tidak ada! Nihil!

Perang hanya akan membuat yang sombong semakin sombong, yang tamak menjadi semakin tamak. Dan yang jelas membuat mereka yang sengsara menjadi semakin sengsara. Semakin menderita.

So...SAY NO TO WAR!

Puing II

Perang perang lagi...Semakin menjadi
Berita ini hari...Berita jerit pengungsi

Lidah anjing kerempeng...Berdecak keras beringas
Melihat tulang belulang...Serdadu boneka yang malang

Tuan tolonglah tuan...Perang dihentikan
Lihatlah ditanah yang basah...Air mata bercampur darah

Bosankah telinga tuan...Mendengar teriak dendam
Jemukah hidung tuan...Mencium amis jantung korban

Jejak kaki para pengungsi...Bercengkrama dengan derita
Jejak kaki para pengungsi...Bercerita pada penguasa
( Bercerita pada penguasa )

Tentang ternaknya yang mati...Tentang temannya yang mati
Tentang adiknya yang mati...Tentang abangnya yang mati
Tentang ayahnya yang mati...Tentang anaknya yang mati
Tentang neneknya yang mati...Tentang pacarnya yang mati
( Tentang ibunya yang mati )
Tentang istrinya yang mati

Tentang harapannya yang mati

Perang perang lagi...Mungkinkah berhenti
Bila setiap negara...Berlomba dekap senjata

Dengan nafsu yang makin menggila...Nuklir pun tercipta
( nuklir bagai dewa )
Tampaknya sang jenderal bangga...Dimimbar dia berkata

Untuk perdamaian (bohong)
Demi perdamaian (bohong)
Guna perdamaian (bohong)
Dalih perdamaian (bohong)

Mana mungkin...Bisa terwujudkan
Semua hanya alasan...Semua hanya bohong besar

Getir

» 2

Rambutnya kusut, panjang tak terawat dan tak sedikit pun melambai bagai iklan televisi. Sesekali dua tiga ekor kutu berjalan menyisiri helai demi helainya. Wajahnya pias. Daster compang camping berwarna merah muda dan bermotifkan bunga-bunga yang tak lagi cemerlang warnanya membungkus dan menghiasi tubuhnya. Melorot sebelah dan memperlihatkan tali kutangnya yang juga telah berwarna usang. Kumal, dekil, lusuh dan aroma tubuhnya tak menyiratkan sekilas pun wewangian pabrik. Hanya kerumunan lalat yang berani dan bangga untuk mengitari diantaranya.

Sebuah sandal kucel berwarna biru menghiasi telapak kaki kanannya yang kusam, sementara tas plastik hitam sobek dan sedikit compang camping membungkus telapak kaki kirinya. Kuku di ibu jari kaki kirinya terlihat panjang dan patah menghujam ke atas. Tentu sakit sekali andai dia bisa merasakan.

Pandangan matanya kosong menatap ke depan. Nanar tak berujung namun menuju sebuah kepastian di depan. Seakan hendak mengungkapkan sesuatu yang pernah direncanakannya di masa yang lampau. Masa lampau yang pernah dan hampir pasti menjadi bagian dalam sebuah kehidupannya.

Kusam kulit tubuhnya serta daki-daki yang menjadi bedak badannya, melayukan setiap pandangan mata kepadanya. Beberapa ikat karet gelang menghiasi lengan bawah tangan kirinya. Ujung-ujung kuku jari tangan kiri dan kanannya terlihat menghitam legam serta panjang tak terawat. Sementara tangan kanannya menggenggam erat sebuah kotak kecil berwarna merah.

“Kenapa kamu tidak datang? Kenapa kamu tidak jadi datang?”

Perempuan itu masih berdiri diatas tanah tempatnya semula berdiri. Kedua kakinya sedikit bergetar. Kelelahan. Mungkin. Telapak tangan kirinya mengepal keras. Matanya kembali sembab. Meneteskan air mata yang entah sekian kali telah keluar dari pelupuk matanya yang memerah. Bibirnya bergumam tak jelas lirih. Sementara itu jemari-jemari telapak tangan kanannya bermain dengan kotak kecil merah hatinya.

Tak jelas karena apa, mungkin saking kelelahan, kotak kecil berwarna merah hati itu terlepas dari genggamannya. Melayang jatuh ke tanah. Tutupnya membuka. Sepasang cincin emas terlihat terlempar keluar dari dalamnya. Lalu tergeletak diam. Sebuah cincin bertuliskan ARDHIAN, dan sepasang cincin lain bertuliskan nama RIANI. 

Di belakang perempuan itu berdiri, seorang ibu setengah baya berdiri. Wajah ibu itu memperlihatkan kesedihan serta kegetiran yang tak mampu dilukiskan. Derai air mata membasahi kedua pipi sang ibu yang telah mengeriput karena usia.

“Riani, ayo pulang nak. Ikhlaskan dia...ikhlaskan...ibu mohon...”

Perempuan itu tetap diam. Matanya tetap nanar memandang kosong ke depan. Lurus ke depan. Di depannya terpampang puing-puing sebuah jembatan yang pernah ambruk sekian lama dan telah memakan korban puluhan nyawa. Bibirnya tersungging senyuman hambar. Lalu bergumam lirih.

“Kamu jadi datang melamarku hari ini sayang?”

Bukan Yang Dulu

Selasa, 08 November 2011 » 3

Sudah bukan yang dulu lagi. Memang. Laki-laki itu terdiam di sudut ruangan diantara batas sempit antara khayal, ide, imajinasi serta kenyataannya. Merenung seraya memainkan pensilnya diantara gempal jemari-jemarinya sendiri. Matanya nanar memandang ke depan, layar monitor yang bisu balas memandangi. Selembar kertas yang tak lagi putih terbujur kaku, tak jauh darinya terdiam.

Dulu dia adalah laki-laki dengan dada terbusung. Bukan perwujudan kesombongan. Tapi sebuah kebanggaan. Bangga sebagai seorang pegiat seni tanah negeri. Sepeser demi sepeser keping logam serta lembaran kertas bernominal dia kumpulkan tiap bulannya. Meski tak begitu manusiawi. Karya demi karya dia kumpulkan satu demi satu. Waktu demi waktu dia lalui. Perbedaan ruang dia libas. Semua demi sebuah kebertahanan hidup dari gerusan jaman. Dan dia tetap bangga.

Dulu dia adalah laki-laki dengan kepala terdongak. Semata hanya karena demi berusaha menyusun tenaga untuk bersaing dengan mereka-mereka yang telah mendahului menjadi legenda seni tanah negeri. Berbagi setiap ide dan imajinasi. Berdiskusi. Semua demi sebuah tujuan. Hanya satu tujuan. Agar kerja seni seperti itu dipandang, diakui dan dihargai dengan manusiawi.

Dulu. Itu masanya dahulu.

Laki-laki itu kini bergumul dengan keabsurdan seni yang tengah dia lakoni. Apakah aku masih seperti dulu, tanyanya pada dirinya sendiri. Laki-laki itu tak lagi tegap seperti dulu. Tubuhnya terkulai. Semua ide dan imajinasi yang dulu dia bangga-banggakan telah terburai. Bercampur dengan rengekan demi rengekan industri.

Idealismenya kini telah dirantai di sebuah jeruji. Begitupun ide serta imajinasinya. Diplakat dengan lembaran-lembaran kertas transaksional. Hanya sedikit daya khayalnya yang masih berkeliaran kesana kemari. Meski batasan-batasan jeruji ada disana sini.

Sudah bukan yang dulu lagi. Laki-laki itu sudah bukan yang dulu lagi. Ironisnya dia tak lagi manusia berjenis kelamin laki-laki, yang dulu juga kerap dia bangga-banggakan. Dia kini telah menjelma menjadi mesin, bisiknya dalam hati. Mesin pengeruk keuntungan demi rengekan industri. Meraung!

Kacang Ojo Lali Karo Kulite

Kamis, 07 April 2011 » 5


Filosofi Jawa ini bisa diartikan sebagai berikut, “Sesuatu yang ada itu jangan pernah melupakan darimana dia berasal”. Filosofi tersebut mempunyai makna yang dalam dan teramat luas. Jangan berusaha melupakan asal usulmu. Dan filosofi ini cenderung telah terlupakan bahkan oleh orang Jawa sendiri. Banyak hal yang sering saya jumpai di sekitar. Saya akan coba njelentrehke merunut dari apa yang saya tahu dan warisi. Baik dari kebudayaan yang saya warisi maupun dari agama yang saya anut.

Banyak orangtua yang memberi nama untuk anaknya dengan mengambil referensi dari negara lain, misal Arab, Inggris, Amerika, dan lain lain. Memang benar nama adalah doa. Tapi bukankah bahasa Tuhan adalah bahasa universal yang berarti mempunyai makna dari rumpun bahasa manapun? Yang bisa dimaknakan, orang bisa memberikan doa kepada anaknya lewat pemberian nama dari rumpun bahasa manapun juga. Pemberian nama Jawa sudah mulai ditinggalkan. Mungkin sebagian orang menganggap bahwa nama Jawa terlalu ndeso dan wagu. Sebenarnya adalah karena orang terlalu mudah mengkultuskan kebudayaan bangsa lain-lah yang mengakibatkan orang juga mudah merendahkan kebudayaan bangsa sendiri.

Pudarnya kebudayaan berbahasa Jawa yang baik dan benar, dengan menggunakan Kromo dan Kromo Inggil. Sudah sangat jarang sekali saya jumpai orang yang pandai berbahasa jowo kromo dan jowo kromo inggil bahkan di lingkup daerahnya sendiri. Itu baru orangtua, belum yang anak dan muda mudi. Apalagi menuliskannya dalam bentuk aksara Jawa. Orangtua bahkan sistem pendidikan sekarang cenderung menitikberatkan pada bahasa Indonesia (sebab memang merupakan bahasa nasionalisme kita) dan bahasa asing (Inggris dan Arab). Tapi bahasa Jawa?
Tumpengan
Mulai dihilangkannya ritual dalam kebudayaan Jawa seperti nyadran, kenduri, tumpengan, dan masih banyak lagi. Jika ada beberapa golongan yang menilainya sebagai sebuah bentuk kemusyrikan (keingkaran kepada Tuhan), saya cenderung menyanggah pendapat tersebut. Tradisi nyadran merupakan simbol adanya hubungan dengan para leluhur, sesama, dan Yang Mahakuasa atas segalanya. Nyadran merupakan sebuah pola ritual yang mencampurkan budaya lokal dan nilai-nilai Islam, sehingga sangat tampak adanya lokalitas yang masih kental Islami. Budaya masyarakat yang sudah melekat erat menjadikan masyarakat Jawa sangat menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dari kebudayaan itu. Dengan demikian tidak mengherankan kalau pelaksanaan nyadran masih kental dengan budaya Hindhu-Buddha dan animisme yang diakulturasikan dengan nilai-nilai Islam oleh Wali Songo. Secara sosio-kultural, implementasi dari ritus nyadran tidak hanya sebatas membersihkan makam-makam leluhur, selamatan (kenduri), membuat kue apem, kolak, dan ketan sebagai unsur sesaji sekaligus landasan ritual doa. Nyadran juga menjadi ajang silaturahmi keluarga dan sekaligus menjadi transformasi sosial, budaya, dan keagamaan. Kenduri adalah perjamuan makan untuk memperingati peristiwa, minta berkat, dan sebagainya, dengan menujukan doanya kepada Tuhan dalam kepercayaan masing-masing. Nyadran dan kenduri merupakan ekspresi dan ungkapan kesalehan sosial masyarakat di mana rasa gotong- royong, solidaritas, dan kebersamaan menjadi pola utama dari tradisi ini. Ungkapan ini pada akhirnya akan menghasilkan sebuah tata hubungan vertikal-horizontal yang lebih intim. Dalam konteks ini, maka akan dapat meningkatkan pola hubungan dengan Tuhan dan masyarakat (sosial), sehingga akhirnya akan meningkatkan pengembangan kebudayaan dan tradisi yang sudah berkembang menjadi lebih lestari. 
Dalam konteks sosial dan budaya, keduanya dapat dijadikan sebagai wahana dan medium perekat sosial, sarana membangun jati diri bangsa, rasa kebangsaan dan nasionalisme (Gatot Marsono). 
Dalam prosesi ritual atau tradisinya kita akan berkumpul bersama tanpa ada sekat-sekat dalam kelas sosial dan status sosial, tanpa ada perbedaan agama dan keyakinan, golongan ataupun partai. Tumpengan adalah ritual selamatan dengan menyajikan (nasi) tumpeng sebagai makanan utamanya. Tumpeng disini bentuknya mengerucut ke atas menuju pucuk cabe yang mengandung filosofi memohon doa menuju 1 titik ialah Tuhan Yang Maha Esa. Bahwa kesemuanya adalah kepunyaan Tuhan dan kepada Dia-lah kita akan kembali.

Sungguh ironis memang apabila manusia yang dilahirkan di suatu daerah namun tidak memahami bahkan cenderung melupakan kebudayaan asli dari daerah tempat dimana dia dilahirkan. Melupakan apa yang sudah dia dapatkan di daerah itu dan malah memuja kebudayaan dari tempat lain yang terkadang malah tidak sesuai dengan budaya ketimuran sendiri. Cenderung meninggalkan sejarah yang telah membentuk fisik rohani semenjak dia lahir. Melupakan sejarah yang telah membentuk kepribadian ketimuran asalnya.

Maka sudah seyogyanya kebudayaan ketimuran bangsa sendiri itu dijunjung serta diuri-uri, dilestarikan keberadaannya. Untuk apa memuja kebudayaan bangsa lain yang belum tentu itu baik dan sesuai dengan kaidah-kaidah jati diri kebangsaan negeri sendiri. Yang pasti bukan menjadi bayangan saya apabila kebudayaan bangsa sendiri ini di kemudian hari menjadi hilang lenyap tergerus kebudayaan bangsa lain. Jangan sampai kebudayaan daerah yang merupakan identitas diri manusia menjadi hilang dan dianggap sudah tidak penting lagi. Semoga dengan merenung ini, kita semua bisa mengerti dan memahami filosofi dari “Kacang Ojo Lali Karo Kulite”.

Apa yang Salah dari Ideologi?

Senin, 28 Maret 2011 » 2

Indonesia adalah sebuah negara dengan beragam ideologi yang mewarnai kehidupan rakyatnya. Keberagaman ideologi yang kemudian menjadi permasalahan dengan mengangkat satu dua ideologi yang “disalahkan” dengan menggunakan “pembenaran” atas ideologi yang lain. Sebenarnya apa yang salah dari sebuah ideologi toh ideologi tak akan pernah bisa dihapus. Mengingat definisi dari Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 untuk mendefinisikan "sains tentang ide". Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu (bandingkan Weltanschauung), secara umum (lihat Ideologi dalam kehidupan sehari hari) dan beberapa arah filosofis (lihat Ideologi politis), atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan untama dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit.(definisi ideologi Marxisme).

Masih tidak bisa berpikir jernih apabila mengaitkan kesalahan ideologi hanya karena kesalahan satu dua organisasi yang salah dalam menerapkan sebuah pemahaman ideologi dalam kultur kehidupan masyarakatnya. Lebih busuk lagi manakala pengaitan kesalahan ideologi itu akibat pembelokan sejarah yang tidak bisa lagi diluruskan akibat ulah dari penguasa demi mempertahakankan kekuasaan absolutnya. Pembelokan sejarah yang diiringi pembungkaman pola pikir serta ide cerdas bahkan cenderung juga pencucian otak dengan menggunakan media-media yang menjadi makanan sehari-hari masyarakatnya. Akibatnya tidak akan pernah terjadi pelurusan sejarah karena generasi mudanya tidak diperbolehkan untuk mengupas serta mengetahui kajian sejarah yang sebenar-benarnya.

Kehidupan asasi manusia adalah mata air lahirnya sebuah ideologi. Ideologi dibentuk melalui pengalaman, hubungan sosial dan status dalam masyarakat. Dan hal inilah yang bersifat abstrak serta hanya tersimpan dalam benak. Ideologi adalah kepemilikan dari masing-masing individu, bukan kepemilikan dari negara maupun organisasi, meski hal terakhir juga tidak bisa disalahkan begitu saja. Sebaliknya, kesalahan dari salah satu dua manusia yang menanamkan ideologi di benaknya tidak bisa disebut sebagai kesalahan ideologi secara keseluruhan.

Perbedaan ideologi adalah sebuah hal yang lumrah, mengingat setiap manusia mempunyai perbedaan pada dasar hakikinya. Namun manakala perbedaan ideologi (yang diakibatkan kesalahan segelintir manusia atau akibat pembelokan sejarah) dijadikan sebagai akar permasalahan yang harus dihabisi, maka ini menjadi sebuah pemahaman yang salah dalam memahami perbedaan ideologi tersebut. Ideologi bukan sebuah benda warisan yang bisa dipaksakan kepemilikannya dari satu orang ke orang lain. Hak manusia untuk memiliki ideologi berdasarkan kehidupan asasi yang membentuknya. Maka jika menggunakan ideologi A sebagai legitimasi untuk pemberangusan terhadap ideologi B maka itu adalah sebuah usaha yang bagi saya merupakan usaha yang aneh dan sia-sia. Lalu ketika hal itu dijadikan legitimasi untuk pengambilan nyawa manusia, maka ini menjadi sebuah pembelokan atas pemahaman ideologi itu sendiri. Dalam arti lain mengambil secara paksa hak asasi manusia secara sepihak pula.

Maka menjadi keheranan yang sedemikian rupa apabila dewasa ini, masih saja manusia-manusia kerap mengatasnamakan ideologi salah satu yang diamini dan diyakini untuk menghilangkan ideologi lain yang sebenarnya sudah tumbuh subur sejak dahulu kala. Hal yang kemudian berubah menjadi miris dan ngeri manakala itu dilakukan dengan membunuh dan membunuh serta membunuh, dengan mengatasnamakan ideologi satunya. Apakah ideologi bisa mempunyai salah? Apabila memang ada orang-orangnya yang salah, apakah kesalahan tersebut merupakan kesalahan dari ideologi yang kemudian bisa begitu saja diwariskan? Bagaimana dengan kita yang membunuh, apakah hal yang demikian tidak dianggap sebagai sebuah kesalahan ideologi? Atau kita sendiri tengah mengalami krisis ideologi?

sumber: