Archive for 2010

(Sepertinya) Tidak Perlu Judul

Jumat, 10 Desember 2010 » 0


Bermula ketika sebuah dering nada memecah kesunyian pada sebuah pagi dan menarik ulu hati menuju sebuah dimensi baru. Serta merta tanpa harus meninggalkan secarik pesan pada kolong langit, berkepaklah semangat itu menyambut dimensi baru itu. Bahkan meski tanpa kekasih pun tetap tersisa kerelaan untuk melayang sendiri ditemani percik-percik embun. Aspal jejalanan pagi itu masih mengaromakan wangi pegiat pagi, ketika langkah-langkah tertatih itu kemudian segera bergegas. Langkah yang memang sedikit rapuh nyaris tak mampu beralun. Mengingatkan pada semasa yang telah lama teronggok di belakang teras mimpi lama.

Sudah lama sekali beberapa purnama hangus, ketika semangat itu tengah kuat-kuatnya mengepak angin. Ketika sentakan angin sedemikian kuat, tubuh pun masih kuat tanpa pernah sedikitpun limbung. Berjejal-jejal wewangian langit sempat menggergaji urat-urat nadi tapi itu tak membuat semangat punah. Bahkan semakin bertimbun. Dan berbondong-bondonglah kucuran keringat saling menuai benih-benih yang telah ditanam seribu abad lamanya. Hingga akhirnya kepak-kepak itu menyinarkan sebuah cahaya terang. Meski kemudian terang itu hanya sesaat dan lalu meredup ketika gerumbulan mendung turut mengais benih-benih yang bersebaran nyaris tidak terlindung. Lalu buyarlah seketika. Terburailah semua asupan kendi semangat yang selama ini disusunya pelan-pelan. Bahkan ketika benih-benih itu dipaksa untuk mengalir dalam ketidaksadaran pun tak mampu dibendung. Bukan itu saja sebab bulir tergemuk pun dipaksa untuk menggelinding pelan untuk dikaisnya dengan penuh birahi peranakan sejuta ambisi dan nafsu.

Begitu saja lalu sepi. Seribu aksara pun tak pernah menjelma menjadi raksasa yang bersenjata. Meranggas dengan seketika tanpa mampu menoleh lagi menuju ke titik mula. Aroma kekeringan semakin menjilat-jilat seolah tak berdosa pada untai semangat yang nyaris hilang tak termuseumkan itu. Lalu lahirlah sebuah teror ketakutan pada sebuah kuncup pagi. Di sisi lain taring-taring hegemoni pasaran, mulai ditancapkan. Sakit. Merintih. Perih. Sebab taring itu menancapkan benih baru yang busuk dan beraroma bangkai di punggung, sehingga menjalarnya seperti raungan anjing yang mampu mengoyak kelambu malam.

Hingga terdengarlah dering itu. Dering yang sampai ketika daun nantinya tak lagi berwarna hijau pun, akan tetap membuatnya menitipkan jilatan rasa syukur pada sebatang pohon enau. Semangat yang nyaris tak bisa dikepakkan itu tertatih-tatih meregangkan raganya menuju dimensi baru yang dideringkan. Penuh dengan nuansa yang belum pernah dikabarkan langit kepada bumi bahkan jauh-jauh masa sebelumnya. Dan kemudian tubuh kesakitan itu bersatu dan bergumul dengan tubuh-tubuh lain. Saling melindungi dari curahan dengus-dengus liar yang mencoba membunuh dan menghentikan urat syaraf dan nadi seperti yang telah mencoba mencabiknya di semasa silam.

Itu adalah pada sebuah hari di sebuah masa ketika titik hari nyaris berakhir dan berganti kelamin pada minggu di esoknya. Yang akan tetap mengingatkannya pada sebuah hari di penghujung akhir serta sebuah hari di titik mula. Bahwa disana pernah tertancap sebilah perih.

Selamat hari Hak Asasi Manusia. Selamat memerdekakan keasasian hak kemanusiaan masing-masing. Hak asasi untuk hidup dan bertahan pada sebuah arus jaman yang nyaris menggerus generasi.

Sebuah Senja di Alun-Alun Utara

Rabu, 18 Agustus 2010 » 4

Agaknya aku harus sedikit menunda perjamuanku dengan cemilan khas istriku dari beberapa peliharaan menit demi selesainya beberapa rajut kerjaan. Biasanya sedikit lebih awal sebelum senja menanggalkan usia, aku telah melempar senyum dan menangkupkan kecupan manis di kening istriku. Tapi di awalan puasa ini,  agaknya aku harus memenggal puasa di penghujung buka yang memang semestinya namun di tempat yang tidak biasanya. Jarum waktu menghentakkan detakan jamnya yang ke lima serta ketukan menitnya yang ke tigapuluh, ketika aku menapaki anak tangga kantor untuk segera melibas aspal jejalanan malioboro bersama sepeda motor klangenanku (kesayanganku.red). Deru debu jalanan serta asap knalpot yang disemburkan tak membuatku melepuhkan harapan untuk pulang. Dengus liar klakson dari mereka yang juga ingin menyegerakan melahap saji-sajian buka puasa pun saling bersahutan. Aku terus melaju.

Sebuah angkringan di sudut alun-alun utara terlihat begitu menjanjikan untukku berbuka puasa disana, mengingat kumandangan adzan Magrib sebentar lagi akan diperdengarkan. Tampak beberapa orang telah lebih dulu duduk, melipat kaki sembari mengobralkan suara-suara tentang kehidupan di satu hari ini, dari sahur di Subuh hari hingga Rumah Aspirasi. Lalu aku datang. Sedikit mempermisikan diri lalu memesan segelas es teh kental manis gulanya tak seberapa. Kursi angkringan yang telah penuh menggeserkan niatku dan duduk di selembar tikar yang berbalut rajutan kumal. Nyaman, batinku berbisik. Lalu sedikit mengoletkan keselonjoran kaki agar otot-ototnya bisa bersorak-sorai tak lagi berbelit tegang.

Sayup-sayup sebuah nada genjrengan gitar terdengar menghampiri. Seorang pemuda berbaju lusuh bergitar mengumandangkan bait-bait nada lagu band jaman sekarang dengan tak kalah palesnya. Jari-jemarinya memainkan kunci-kunci birama yang sedikit mlengse dari aslinya, tapi tak apalah toh hanya beberapa bait saja yang diperdengarkan sebelum akhirnya uluran selembar uang dari tanganku pun berpindah kepemilikan, lalu selesai. Sedikit berbangga, karena meski selembar tapi aku rasa itu adalah sebuah nilai nominal yang cukup besar untuk sang pemuda. Bisa jadi pula aku adalah manusia satu-satunya yang mengulurkan uang kepadanya dari deretan para manusia yang menunggu di angkringan ini.

Tapi impian itu hanya sesaat karena sesaat kemudian impian itu langsung kandas dan pupus sudah. Sebelahku duduk, orang yang tak lebih rapi dariku, mengulurkan selembar juga namun dengan nominal yang lebih besar. Aku tersenyum kecut. Bahkan deret manusia di angkringan itu menguluri semuanya. Pemuda itu tersenyum lebar, sedangkan aku tersenyum kecut. Sebelumnya aku berharap aku adalah satu-satunya yang menjadi sang pemberi kebahagiaan pada pemuda tersebut. Hingga tanpa aku sadari, di depanku telah berjongkok seorang ibu tua yang menengadahkan telapak tangannya meminta sebersit belas kasihan. Ada beberapa keping uang di sakuku yang jumlahnya tidak seberapa namun cukuplah untuk kuberikan pada ibu tua di depanku. Lalu terulurlah tanganku memberikan beberapa keping uang itu padanya. Ibu tua itu lalu bergeser ke sebelahku. Jemari tangan laki-laki di sebelahku bergeleng yang menandakan tidak memberikan sekeping pun belasnya. Aku menatap laki-laki di sebelahku. Merasa agak tidak rela dengan perlakuan laki-laki di sebelahku yang seolah-olah mempermainkanku. Ibu tua itu lalu bergeser. Dan bergeser. Tapi tidak ada satupun yang memberinya uang selain aku. Aku makin gusar. Rasa dipermainkan oleh sesuatu yang aku sendiri tidak tahu, semakin merajam-rajam hatiku.

Tapi itu tidak lama, karena kemudian aku lihat si pemuda pengamen tadi mengulurkan beberapa lembar uangnya kepada si ibu tua. Mereka saling tersenyum. Lalu keduanya memesan minum dan makan di angkringan. Untuk kesekian kalinya aku tersenyum kecut. Ini adalah sebuah pertunjukan yang indah dari Sang Maha Penyayang dan Pengasih. Ini adalah sebuah makna dari puasa yang sesungguhnya. Bukan hanya menahan nafsu dari rasa lapar, haus atau segala nafsu duniawi saja, namun juga menahan hawa nafsu yang timbul saat kita mencoba untuk berbuat baik. Niat baik yang bermetamorfosa menjadi kesombongan kecil itulah yang juga akan menjadi algojo atas batalnya pahala puasa kita. Ramadhan memang waktu yang tepat untuk melatih segala kesabaran, ketahanan serta keikhlasan hati dalam menjalani perca-perca kehidupan. Aku tersenyum. Tuhan, pertunjukkanmu benar-benar unik. Ibu tua dan pemuda pengamen itu lalu duduk berdua di sampingku. Aku mengulurkan tanganku dan menyalami mereka berdua, mempersilahkan kepermisian mereka. Lalu adzan pun lantang berkumandang. Selamat menjalankan puasa.
Semoga Ramadhan tahun ini lebih baik dari Ramadhan tahun lalu.

[sebuah sore di satu angkringan alun-alun jogja]

Tradisi Menjelang Puasa

Selasa, 03 Agustus 2010 » 2

Siang itu matahari masih bersinar tapi teriknya yang memangkas segala kerinduan bumi pada tangis langit tak terlalu digubris manusia-manusia muda yang berlarian riang. Langkah-langkah mungil yang menapaki cepat gurat-gurat bumi itu menuju ke sebuah pemakaman. Sekurangnya lima wajah lucu menyembul diantara pepagaran makam. Pandangan mereka agaknya berusaha untuk menjelajahi keseluruhan pemakaman. Hingga kemudian senyum riang tersungging di wajah mereka, saat terlihat oleh mereka sepasang suami istri dan seorang anak kecil tengah berjongkok di sebuah batu nisan. Kelimanya masih menunggu. Sambil sesekali bersenggolan canda ria layaknya anak-anak merdeka lain di bumi yang belum merdeka sebenarnya. Kaos oblong, celana kolor tanpa memakai sandal adalah kostum keseharian lima manusia-manusia penerus masa depan yang akrab serta penuh canda tawa tersebut.

panduan kaligrafi
Sementara itu, sepasang suami istri dan seorang anaknya tampak telah berdiri, mengusaikan keberjongkokan mereka pada batu nisan. Langkah demi langkah mereka menuju pintu pagar makam, disambut senyum ramah kelima anak. Sang suami, memasukkan jemari tangan kanannya ke dalam saku celana, lalu kemudian telah terlihat lima keping uang seratusan rupiah. Masing-masing anak diberikannya sekeping seratus rupiah. Terimakasih lah, kata yang kemudian mengalun ramah dari mulut-mulut kelima anak. Sang suami dan istrinya tampak tersenyum. Kelima anak itu lalu berlarian riang meninggalkan pemakaman menuju ke warung jajan.

Yup, itu hanya narasi semata dari sebuah tradisi “Golek Wong Ngirim”. Sebuah tradisi yang acap dilakukan oleh anak-anak kecil di desa-desa seusai tradisi “Nyadran” dilakukan. Tradisi pemberian uang jajan dari para penjenguk makam yang selesai “Nyekar” kepada anak-anak kecil yang telah menunggu di pintu makam untuk menerima uang berkah dari para peziarah. Nyadran itu sendiri adalah sebuah laku tradisi berupa pemberian doa dari para ahli waris makam dalam sebuah pengajian yang kerap dilakukan di dekat area pemakaman. Biasanya para ahli waris akan membawakan masakan ala kadar yang dibungkus bisa kardus bisa besek. Lalu ada bungkusan kecil yang diberikan kepada Mbah Kaum (pemimpin agama lokal yang dituakan dalam sebuah lingkup kampung) juga kepada mereka yang tidak mampu membuat. Nyekar (berasal dari kata sekar/bunga) adalah sebuah tradisi menziarahi leluhur di pemakaman, biasanya selesai berdoa, dilanjutkan acara menaburkan bunga di pusara makam.

Masihkah tradisi-tradisi itu ada dan dilakukan? Bukan tidak mungkin tradisi itu seiring waktu akan dilahap jaman. Mengingat bahwa upaya untuk melestarikan serta nguri-nguri kebudayaan terutama yang ada hubungannya dengan leluhur sudah mulai dilupakan. Kalaupun tidak melupakan, lalu akan diganti dengan istilah pengharaman tradisi lalu menggantinya dengan tradisi lain yang sama sekali bukan tradisi ketimuran setempat. Dan kita akan semakin hilang jati diri kenusantaraan kita sendiri.  
Mari kita jaga benteng kebudayaan kita, sebab jika bukan kita lalu siapa lagi?

The Last Airbender ( review )

Kamis, 29 Juli 2010 » 2

The Last Airbender
Pada mulanya saya sempet surprise sorak-sorak sedikit njoged India dengan kemunculan teaser dari The Last Airbender yang berdurasi 1menit 42detik pada pertengahan 2009. Teaser yang memperlihatkan keahlian si Aang yang memainkan tongkat dan kemampuan pengendalian udaranya di dalam sebuah gua, dilanjutkan dengan kedatangan kapal-kapal dari negara api. Namun yang sempet membuat saya mengerutkan dahi adalah sutradaranya yaitu M Night Syamalan. Sutradara yang lebih kondang dengan cerita misterinya ini diamanahkan untuk membuat sebuah film semi-epik yang berdasarkan dari sebuah film animasi serial yang sudah digandrungi seluruh dunia, Avatar The Last Airbender. Mampukah sang Syamalan?

Perburuan trailer pun segera digencarkan. Sampai kemudian terkumpul 3 buah trailer yang memperlihatkan kemampuan pengendalian udara Aang, Katara dengan water bender-nya, juga Zukko dengan pengendalian apinya. Sedikit membuat saya shock, ketika beberapa casting untuk karakter tidak pas. Seperti pemeran Iroh, paman dari Zukko, yang dalam film animasi digambarkan gendut jenaka, di movie menjadi kurus dan sedikit serius, juga untuk si Raja Api, Ozai, yang tidak terlalu kelihatan kebengisannya. Tapi itu soal lain, sebab seperti Transformer juga memberikan pembedaan karakter robot-robotnya, dan mampu melejit ke box office. Aku membayangkan hal itu juga terjadi di The Last Airbender ini. Bahkan trailer terakhir yang keluar adalah trailer yang memperlihatkan Momo, kera terbang dari suku udara. Menguatkan niat untuk menyaksikan film ini di theatre bersama sang istri. Pengen njajal romantisme layar tancep jueww...Hehehe…

Tapi kemudian terjadi perubahan jadwal tayang dari 2 Juli menjadi Agustus. Gandrik!!! Ganti jadwal kok biyayakan..?!?! 2 Juli adalah jadwal tayang untuk daerah Amrik dan sekitarnya. Sedangkan di wilayah Eropa dan Asia, dijadwalkan bulan Agustus. Tak terlalu menjadi masalah bagiku sebenarnya. Problem terbesarnya adalah kemudian, mereka yang berdomisili di Amrik memberikan thread dan review di kaskus mengenai The Last Airbender. Ironisnya, hampir semua review itu tidak satupun yang menilai bagus malah kebanyakan reviewnya njengking sak modyare. Bahkan cenderung mencela sang sutradara Sixth Sense, Syamalan. Dari mulai casting yang tidak pas, cerita yang terlalu dipaksakan, sampe ke akting yang buruk dari pemain-pemainnya mewarnai review The Last Airbender. Tidak hanya di kaskus, bahkan The IMDb selaku situs film terbesar yang sering melakukan review film, pun hanya meratingkan untuk film ini 4 dari keseluruhan yang bernilai 10. Aku semakin penasaran dengan film yang serial animasinya digemari seantero dunia. Ada apa, kenapa, kok iso, mosok?

Dan pada akhirnya, salah seorang sahabat dari dunia animasi (emange ono berapa dunia cuk?) bernama Wilsa memberikanku sebuah download dari The Last Airbender the movie ini walaupun hanya versi cam. Begitu sampai rumah segera kusetel juga video tersebut. Dan benarlah adanya. Dari beberapa yang digambarkan dalam thread maupun review semuanya benar. Pengulangan dialog di kebanyakan scene yang membuat bosan, alur scene yang sering jumping, hilangnya sense art di beberapa adegan, hingga penaskahan yang sepertinya tidak matang menjadikan dialog pemain yang buruk, serta yang paling mencolok adalah hilangnya adegan humor segar, membuat film ini memang terlalu bagus untuk dinilai sebagai sebuah film yang layak tonton.

Official Poster
Mengadaptasikan dari serial animasi ke dalam sebuah film layar lebar tentu merupakan hal yang tidak bisa dibilang mudah. Banyak plot yang harus dirangkum sehingga menjadi kesatuan cerita yang enak dilihat serta mudah dipahami, bahkan oleh penonton yang bukan berasal dari penggemar serial animasinya. Tapi yang terjadi disini seakan-akan adalah sebuah keegoisan semata untuk memaksa penonton mengerti alurnya dengan cara dipaksakan ceritanya. Dan yang terjadi adalah kebingungan untuk mengetahui plot-plot yang berjalan. Seperti ketika Aang masih di dunia nyata lalu tiba-tiba masuk ke dalam dunia Avatar. Untuk yang sudah pernah melihat versi animasinya, tentu tidak terlalu menjadi masalah, namun bagi yang buta sama sekali dengan Avatar Last Airbender, tentu akan mengalami kebingungan setengah modyar. Sepertinya sang executive producer, yakni Michael Dante DiMartino dan Bryan Konietzko, tidak terlalu banyak berperan dalam penulisan naskahnya.

Bagi yang menganggap scripting/penaskahan adalah hal yang mutlak harus sempurna dari sebuah film, maka film ini merupakan film dengan penaskahan yang buruk. Efek digital yang halus dan indah dari Industrial Light and Magic miliknya George Lucas yang membuat film ini agak lumayan ditonton sekedar sebagai film hiburan. Bukan sebagai film yang didasarkan dari sebuah serial animasi yang megah. Itu review yang bisa aku tulis sebagai salah satu penggemar film seri animasinya yang ditayangkan salah satu televisi swasta, yang mungkin terlalu mengekspetasikan terlalu tinggi. Hingga akhirnya terpuaskan kepenasaranan dengan melihat versi camnya. Yeachh paling gak, aku bisa membunuh rasa penasaran akan review dan rating The Last Airbender dengan menyaksikan filmnya daripada mbranyaki dengan buruknya review yang ada.

Semoga di sekuelnya ada perbaikan naskah serta pergantian sutradara (kudu), paling gak bisa disejajarkan dengan trilogy Lord of The Rings. Huufftt...

Quis Custodiet Ipsos Custodes?

Selasa, 27 Juli 2010 » 0

Karya: Alan Moore/Dave Gibbons

Istilah kata watchmen diambil Alan Moore dari kutipan atau petikan syair dari sebuah puisi berbahasa latin di jaman Romawi dulu, "juvenal".

Quis Custodiet Ipsos Custodes?
Yang artinya kira-kira , "Siapa yang akan mengawasi para pengawas?", atau "Siapa yang akan menjaga para penjaga?", sejenis itulah. Di dalam bahasa inggris, kira-kira : "Who watches the watchmen?", "Who watches the watchers?", "Who will guard the guards?", "Who shall watch the watchers?" , dan semacam itu. Tercantum sebagai novel grafis terbaik sepanjang masa versi majalah Times, juga sekaligus berada sebagai satu dari 100 novel terbaik abad ini versi majalah yang sama, maka sudah jelas, Watchmen adalah bacaan wajib para penggemar komik.

Awalnya dianggap sebagai sebuah terobosan berani dari genre komik superhero, upaya men"dekonstruksi" cerita dan karakter superhero. Tapi kalau dibaca lebih mendalam, isi cerita komik ini jauh lebih kompleks daripada sekedar "memanusiakan" para superhero berkostum – ini adalah sebuah cerita thriller politik. Alan Moore membutuhkan waktu selama lima tahun untuk menyelesaikan komik ini. Lima tahun. Untuk kemudian terbit dalam 12 volume single issue di kurun waktu 1986 sampai dengan tahun 1987, oleh DC comics. Masih menawarkan sebuah premis kengerian akan bencana nuklir atau sebuah bencana massal yang akan menghancurkan Amerika bahkan dunia, Alan Moore menulis secara lebih kompleks dan lebih meyakinkan akan adanya sebuah versi alternatif dari negara Amerika Serikat, tempat dimana cerita ini berjalan. dan gambaran dunia alternatif pada umumnya.

Walau keseluruhan cerita ini berjalan hanya tiga minggu lamanya, di bulan Oktober tahun 1985, tapi melalui teknik flash back dan "features" lainnya, pembaca disuguhkan sebuah sejarah cerita selama empat puluh tahun lamanya - yang terjadi di Amerika versi alternatif. Cara Alan Moore menghadirkan negara Amerika Serikat alternatif ini sungguh sangat meyakinkan. Ia memberikan banyak "cerita" dan "features", bahkan bukti bukti artikel dari potongan koran, sejarah amerika, dan lain lain, sehingga pembaca kemudian seperti merasa bagian dari negara Amerika versi alternatif ini.

Pada mulanya adalah sebuah kejadian yang disengajakan seperti bunuh diri. Ia jatuh dari sebuah jendela apartemen gedung tinggi di new york. Korban bernama Edward Blake. Penyelidikan dua orang detektif malas, menyimpulkan bahwa si korban bunuh diri dengan meloncat ke luar jendela. tapi rorschach, tokoh kita ini berpendapat lain. Edward Blake dibunuh!


Rorschach, adalah salah satu superhero Amerika yang menolak untuk pensiun dan gantung kostum. Paska dikeluarkannya sebuah Perpu Amerika "the keene act", yang melarang para superhero beroperasi kembali memerangi kejahatan. Perpu ini lahir dari sebuah demonstrasi dan desakan para polisi Amerika Serikat yang menginginkan kembalinya tugas pengamanan kepada mereka. Semua superhero yang aktif pada saat itu , mereka yang tergabung di dalam kelompok "minutesman" akhirnya menyatakan diri pensiun dan gantung kostum. Ini dikarenakan adanya Undang-Undang yang mengikat dan mengharuskan mereka agar tunduk kepada kontrol pemerintah apabila mereka masih ingin tetap "bekerja" sebagai superhero, singkat kata , mereka menjadi alat keamanan pemerintah Amerika Serikat.

Hanya satu yang menolak, Rorschach. Baginya , “there is good and there is evil, and evil must be punished. even in the face of armageddon i shall not compromise in this.”

Para superhero lainnya melakukan pekerjaan lain. Dua diantara superhero itu, Dokter Manhattan dan The Comedian, bersedia menjadi agent pemerintah. Dokter Manhataan diberi "kompensasi" berupa dukungan tidak terbatas untuk penelitian yang ia lakukan, sedangkan bagi the comedian, akhirnya pelampiasan nafsu agresinya akan mendapat restu dari pemerintah amerika. Edward Blake adalah The Comedian. Malam itu ia mati dibunuh. Di dekat mayatnya, Rorschach menemukan sebuah pin smiley yang ternoda darah. Siapa pembunuhnya?

Alan Moore mengisahkan cerita ini melalui pengungkapan jati diri dan kisah gelap dari masing masing karakter superhero yang tergabung dengan The Minutesman. Pengungkapan atau penyampaian jati diri masing masing karakter ini pun sangat unik. Misal untuk Rorschach, Alan Moore mengungkapkan jatidiri Rorschach melalui catatan medis psikiater yang memeriksa Rorschach. Rorschach si anak haram dari pelacur yang tidak diinginkan kehadirannya. Salah satu mantan superhero yang bernama "The Niteowl", menulis sebuah buku otobiografi mengenai dirinya dan kelompok The Minutesman yang pertama. Ia mengulas jati diri masing masing personil The Minutesman, melalui tulisan autobiografinya, yang oleh Alan Moore disajikan berupa text, berupa kutipan dari buku otobiografi tersebut. Mau tidak mau, untuk mengerti ceritanya, kita harus membaca "buku" ini. "The Niteowl" mengupas habis sisi gelap para superhero, diantaranya ia menyebut adanya kecenderungan homoseksual di salah satu rekan mantan superhero, lesbian, sakit jiwa, bahkan maniak seks.

Komik ini memang hibrida antara teks dan grafis, dalam installment terbaru cerita serial The League Extraordinary of Gentlemen People, ia mengulangi kembali teknik ini, ia juga menyelipkan guntingan artikel di koran sebagai pendukung cerita. Lambat laun , kita jadi tersedot masuk ke dalam dunia Amerika versi Alan Moore.

Siapa yang membunuh The Comedian? Rorschach, yang memang seperti detektif yang menggandrungi teori konspirasi, berprasangka bahwa ini adalah permulaan dari pembunuhan yang juga akan menimpa rekan-rekannya para mantan superhero. Ia kemudian mendatangi satu satu rekan-rekannya, untuk memperingatkan mereka akan adanya ancaman pembunuhan. Setelah ia bertemu dengan sebagian rekannya di acara penguburan The Comedian. Hanya saja Rorschach tidak mampu untuk memberikan sebuah teori, kenapa mereka harus dibunuh? Kemudian cerita ini berkembang menjadi sebuah thriller politik, dengan campuran sains, dan psikologi.

Perhatikan sebuah sub plot kecil, mengenai cerita tentang seorang bocah yang sedang membaca sebuah komik, di salah satu perempatan di jalanan kota new york, di depan sebuah kios koran dan majalah. inilah yang lazim disebut dengan "microcosm". Microcosm pendeknya adalah sebuah miniatur dari sebuah hal yang besar yang sedang terjadi. cerita yang dibaca oleh si bocah di dalam komik itu, adalah miniatur dari cerita yang diungkap Alan Moore di dalam the Watchmen. cerita yang dibaca si bocah di dalam komik itu, bersinergi dengan cerita the Watchmen.

Perempatan kios koran dan majalah inilah yang merupakan titik pusat semesta the Watchmen. hampir semua karakter pasti diceritakan melewati kios ini, walau mereka tidak saling berinteraksi. Dan yang paling jenius, adalah dengan sajian microcosm yang Alan Moore tampilkan di dalam cerita komik yang dibaca oleh bocah yang sedang nongkrong di kios itu. Menjadi thriller politik karena kemudian penyelidikan Rorschach dengan mendatangi para superhero yang pensiun ternyata membawa kita ke dalam adanya sebuah usaha perencaaan bencana yang akan "menghancurkan" Amerika dan dunia.

Siapakah yang dipandang paling mampu untuk menghentikan rencana besar ini? Tentu saja adalah mereka superhero yang masih aktif yang berada di dalam kontrol pemerintah Amerika, yaitu The Comedian dan Dokter Manhattan. Masuk akal kalau mereka harus dilenyapkan terlebih dahulu. Yang paling berat, tentu saja adalah bagaimana caranya melenyapkan Dokter Manhattan. Inilah makhluk bukan manusia yang tidak akan bisa mati. Di dalam dirinya, berkumpul segala macam teori fisika quantum. Ia mampu menembus waktu, baginya seluruh kehidupan ini adalah bias. Semuanya adalah kumpulan atom semata yang bisa ia uraikan dan bentuk kembali. Ia bisa dalam sekejap berada di plane lain. Ruang waktu adalah sebuah permainan. Ialah Tuhan dari semua superhero. Ia tidak mengenal kematian, karena jasad kita mati, atom-atom penyusunnya masih tapi bisa disusun kembali.

Sebenarnya Dokter Manhattan lah, karakter paling menarik di komik ini. Di dalam sebuah kecelakaan dalam sebuah penelitian mengenai penguraian atom, badannya terurai menjadi atom atom kecil, yang kemudian ia bisa susun kembali. Hanya saja ia kemudian berubah menjadi sebuah susunan atom berwarna biru yang mempunyai jiwa. Layaknya sebuah susunan atom-atom, ia tidak memerlukan 'rangka", ia bisa menjadi siapa saja dan apa saja sekehendaknya. Dokter Manhattan adalah sesosok manusia yang pada akhirnya seperti mempunyai kekuatan Tuhan/Dewa.

Hanya saja obsesinya akan "meneliti" lah yang akhirnya membuat ia tunduk menjadi agen pemerintah Amerika Serikat. Di dalam curriculum vitae, ia pernah menyelesaikan perang Vietnam dalam sekejap, ialah senjata Amerika dalam menetralkan pengaruh Soviet. Pendek kata, ialah senjata pamungkas pemerintah Amerika Serikat sesungguhnya, tanpa dirinya, Amerika hanyalah sebuah negara yang harus tunduk kepada kesepakatan-kesepakatan global dengan negara lain, terutama Soviet dengan program nuklirnya.

Hanya ada satu cara untuk menyingkirkan sang dokter , yaitu dengan menghancurkan mentalnya! Dimulai dengan "perselingkuhan" yang dilakukan kekasihnya. Pengungkapan jatidiri kekasihnya yang sebenarnya, fitnah yang dilancarkan kepada dirinya, serta kabar mengenai tubuhnya yang menyebarkan radiasi. Secara mental, Doktor Manhattan yang mempunyai emosi labil, perlahan diserang. Dimulailah sebuah kampanye pembunuhan karakter Dokter Manhattan di berbagai media. Mulai pemberitaan di televisi, kolom-kolom gosip sampai media politik, semua mendiskreditkan Dokter Manhattan, sampai kemudian akhirnya Dokter Manhattan mengasingkan diri ke Mars. Inilah yang ditunggu-tunggu oleh para musuh Amerika. Tanpa Dokter Manhattan, kekuatan Amerika akan lemah, dan rentan diserang. Kampanye negatif tentang Dokter Manhattan bahkan dilakukan secara global. Pemerintah Amerika justru disudutkan akan ancaman bahaya yang tersimpan di dalam diri Dokter Manhattan.


Di dalam perenungan di planet Mars, ia tersadar, di balik semua peristiwa ini, pastilah ada sebuah konspirasi, tentang seorang dalang di belakangnya. Ia harus kembali, dan memainkan fungsi yang ia sandang , penyelamat. Lalu kemudian siapa yang ia incar ? Tentu saja seseorang yang sangat berkuasa, intelektual, dan kaya raya.

Inilah inti dari cerita the Watchmen. Sebuah thriller politik. Sebuah cerita mengenai konspirasi tingkat tinggi yang bertujuan merombak tatanan dunia. Cerita adu kuat dan adu pintar, adu pengaruh. Di akhir cerita, sang dalang berkata, rencana penghancuran Amerika ini sesungguhnya akan mendorong dunia menjadi sebuah kesatuan. Cara untuk menyatukan dunia adalah dengan memberikan mereka semua sebuah ancaman nyata yang sama. Apabila mereka menghadapi sebuah bahaya nyata yang mengancam kelangsungan hidup mereka, dengan adanya sebuah bencana global, mereka pasti akan bersatu.

Bencana ini haruslah nyata, mereka harus merasakan kekuatan bencana ini, sehingga akhirnya mereka akan bersama-sama bersatu untuk menghadapinya. Bencana ini haruslah berdampak global. Sebuah bencana yang akan menghancurkan seluruh sendi kehidupan. Apabila manusia gagal menghadapi bencana ini, mereka akan hancur. Disitulah titik awal pendirian sebuah tatanan baru dunia.

Rorschach menolak bekerjasama dalam konspirasi ini, baginya kebenaran harus tetap diungkap. dunia berhak tahu, kebohongan dan konspirasi apa yang sedang berlangsung di New York, walaupun tujuannya itu untuk kebaikan, konspirasi jahat harus diungkap. Dan tring... sebuah pin bergambar smiley yang ternoda darah jatuh. Itulah permulaan dan akhiran.

Jarang sekali sebuah karya pop disebut dengan sebutan "masterpiece", baiklah, mungkin the Watchmen kita sebut saja sebagai salah satu literatur penting yang berhasil memaksimalkan potensi yang terpendam dalam sebuah medium bernama komik.

The Watchmen adalah sebuah komik yang tidak bisa cukup untuk dibaca sekali , seperti yang ditekankan oleh Alan Moore dalam satu wawancaranya:

Moore said that watchmen was designed to be read "four or five times," with some links and allusions only becoming apparent to the reader after several readings.

Sebuah Toyor Di Hari Anak

Senin, 26 Juli 2010 » 2

“Ibuu…”,jerit seorang anak kecil sambil memegangi kepalanya.

“Sayang…sini sini Ibu peluk…”,panik si Ibu langsung merangkul.

“Ibu…ibu….sakit….”,tangis si anak terdengar sesenggukan.

“Ibu tahu Nak…”,si Ibu hanya bisa menangis lirih.

“Ibu, adik kan cuman pengen salaman ama bapak presiden… Tapi kenapa adik dipukul? Apa salah adik?”, sesenggukan si anak dibalut rasa protesnya.

Ibu itu terdiam. Sesenggukan tangisan anaknya lah yang kemudian memerahkan kedua matanya. Bulir bening airmatanya lalu menetes perlahan turun menapaki kedua pipi sang Ibu. Kedua mata si ibu tampak tajam mengikuti langkah demi langkah sang petugas yang telah menghadiahkan sebuah toyor (pukulan di kepala) untuk anaknya hanya karena anaknya ingin bersalaman dengan sang presiden. Hanya demi untuk bersalaman dengan sang idolanya mungkin, dia berdesakan dengan yang lainnya, tapi sepertinya hal itu dinilai sang petugas sebagai sesuatu yang menjadikan penghalang jalan. 

Cerita di atas hanyalah narasi belaka dari apa yang membenak di otak saya manakala saya membaca insiden yang terjadi pada Hari Anak Nasional pada tanggal 23 Juli 2010 kemarin di Sasono Langen Budoyo TMII. Lalu kemudian apa yang menjadi pertanyaan saya adalah, kenapa petugas bisa sedemikian tega melayangkan sebuah bogem aka toyor kepada seorang anak kecil yang hanya ingin menjabatkan jemarinya dengan sang idola, Presiden Indonesia?

Insiden ini tentu saja secara langsung akan membuat penilaian anak-anak menjadi negatif kepada Presiden. Bahwa Presiden gak mau diajak salaman lah, atau Presiden sombong lah, dll. Lalu saya sedikit geli melihat salah satu media yang memberitakan hal tersebut. Di dalamnya terdapat secuplik kalimat bahwa pihak istana sudah menghubungi pihak keluarga lalu meminta maaf dan segera akan mengusut pelaku. Tapi di beberapa baris di bawahnya terdapat kalimat bahwa istana sejauh ini membantah bahwa pemukulan dilakukan oleh pasukan pengamanannya. Kegelian saya adalah, bahwa insiden ini adalah sebuah insiden yang bersifat umum mengingat bahwa acara yang tengah digelar merupakan acara nasional. Kedua, bahwa yang terjadi kemudian adalah peristiwa antara pasukan yang mengamankan presiden, seorang anak kecil yang merupakan salah satu bagian dari masyarakat serta presiden sendiri selaku pemimpin negara. Bukankah sebaiknya jika permintaan maaf tersebut dilakukan dengan ditayangkan media juga. Agar masyarakat juga tidak sampai salah persepsi dan menduga-duga hal negatif lain. Atau mungkin bisa saja dengan menertibkan pengamanannya atau memilah orang-orang yang menjadi petugasnya dalam setiap acara nasional atau apapun yang bersifat kenegaraan.

Hal tersebut juga untuk mengintrospesikan diri untuk para petugas pengawal agar sedikit menggunakan nurani untuk menghormati masyarakat. Setidaknya hal sama yang ditulis oleh Hendra NS.

Dukung Kaum Difabel Untuk Mendapatkan Kelayakan Kerja

Sabtu, 24 Juli 2010 » 0

Tidak ada manusia yang tidak cacat. Mengambil dari definisi cacat yang bisa disamakan dengan kekurangan. Karena bukankah sudah dimengerti bahwasanya kesempurnaan hanya milik Gusti? Istilah cacat dipilihkan untuk mengategorikan orang atau sesuatu yang tidak layak. Namun dalam perkembangannya kata cacat menjadi sebuah personifikasi untuk mewakili opini masyarakat yang dilekatkan pada suatu kelompok tertentu yang mempunyai kekurangan/ketidakmampuan sebagaimana manusia lain yang normal. Akibat yang terjadi adalah munculnya penyebutan istilah ‘maaf’ ketika menyebut seseorang yang mempunyai kekurangan fisik. Hal itu mengansumsikan bahwa cacat mempunyai sebuah image yang benar-benar kurang, mendiskriminasikan seseorang untuk tidak dapat disetarakan dengan orang lain yang normal. Benarkah demikian?

Tuhan menciptakan manusia tidak pernah TANPA keseimbangan. Seorang manusia yang terlahir ke dunia selain mempunyai kelebihan tentulah dia mempunyai kekurangan. Siapapun dan apapun dia. Dan pemunculan istilah cacat menjadi seakan-akan memposisikan mereka ke dalam strata yang lebih rendah. Untuk itulah kemudian muncul sikap-sikap optimis untuk mengganti istilah cacat dengan istilah lain yang sekiranya lebih mewakili dan tidak terlalu mendiskriminasi. Sehingga muncul istilah DIFABEL yang telah diperkenalkan kurang lebih pada tahun 1999 oleh beberapa aktivis di Indonesia. Difabel sendiri merupakan singkatan dari Different Able (Kemampuan Berbeda) yang bisa diartikan adanya kemampuan lebih lain yang dimiliki mereka. Penggunaan istilah baru ini diharapkan menjadi ‘penyemangat’ bagi para penyandang cacat untuk mendapatkan hak-hak kesetaraan dalam bermasyarakat dan bernegara. Perlakuan berbeda itu berkaitan erat dengan penerimaan masyarakat terhadap perbedaan kemampuan tersebut, sehingga mereka akan menyediakan infrastruktur untuk memfasilitasi perbedaan tersebut.

Namun sampai sekarang, perlakuan yang diharapkan lebih positif untuk para kaum difabel ini, masih belum terealisasi. Belum adanya respek positif dari pemerintah memberikan fasilitas untuk mensejahterakan mereka, terutama dalam hal-hal pekerjaan. Pemerintah cenderung menilai bahwa kaum difabel tidak dapat melakukan pekerjaan secara layak serta tidak memenuhi kualifikasi sebagai tenaga kerja. Lalu bukankah selama ini pemerintah kerap melakukan pelatihan tenaga kerja untuk para kaum difabel? Lalu untuk apa semua itu jika kemudian mereka tidak dapat bekerja di instansi-instansi yang bergerak di bidang yang dilatihkan? Lebih lucunya adalah pelatihan yang diselenggarakan (contoh: pelatihan memijat untuk kaum difabel netra, pelatihan pembuatan kerajinan) untuk mereka adalah pelatihan-pelatihan yang memang tidak bisa diikutsertakan untuk pekerjaan instansi tinggi. Kenapa tidak diselenggarakan saja pelatihan komputer, atau mungkin pelatihan manajemen keuangan perusahaan, atau pelatihan-pelatihan lain yang sekiranya itu bisa disetarakan dengan pekerjaan manusia lain?Apabila diadakan pelatihan-pelatihan seperti itu, dan kemudian ada siswa pelatihan yang lulus, misalnya pelatihan komputer, dengan hasil yang bagus, bukan tidak mungkin dia bisa menjadi pekerja di sebuah instansi pemerintahan atau swasta, yang kemampuannya pun sama dengan mereka yang bisa komputer lain. Apakah harus dibedakan ketika ada 2 orang mempunyai kemampuan berkomputer sama, hanya melihat dari fisik?

Maka tidak ada manusia yang TIDAK difabel adalah benar adanya. Mereka yang mendiskriminasikan kaum difabel untuk tidak menyetarakan mereka, bukankah juga difabel nurani ?

Sudah seharusnya kaum difabel mendapatkan kesetaraan hak sebagai warga negara seperti yang lain. Sudah seharusnya kaum difabel mendapatkan pekerjaan yang setara dengan yang lain. Dukung kaum difabel untuk mendapatkan kelayakan kerja, karena sudah sepantasnya mereka juga mendapatkan kelayakan hak-hak sosial!

Plenug Dan Metamorfosis Aksara

Rabu, 21 Juli 2010 Comments Off

Aku adalah seseorang dari kaum yang tidak pernah memposisikan sebagai sebuah kaum yang luar biasa. Hidup dari segala sesuatu usaha yang dikeringatkan. Mencoba untuk menjadi yang tetap bertahan diantara yang terhempas jaman. Berusaha untuk tetap eksis dan serta dimanusiakan kemanusiaannya dimanapun berada.

Aku adalah seorang pecinta animasi dari jaman dahulu kala ketika simbah masih ngedot serta ketika asap tembakau belum pula difatwakan haram. Segala hal yang berbau fantasi, akan kucoba untuk meluluhlantakkannya dengan setiap sendi indera yang menopang kehidupanku. Film kartun, film fantasi, dunia khayal, komik, serta segala apapun yang membuat imajinasi membumbung jauh melayang tanpa sekat-sekat, akan aku sikat. Bergelut dengan imajinasi cangkang otak dari mulai tembok bergambar hingga kertas dan komputer bergambar pun telah aku lalui. Cibiran atas kemaniakanku pada imajinasi khayal sadar itu pun aku libas dengan keeksisanku dengan pekerjaanku di dunia animasi sampai sekarang.

 
Aku adalah seorang pengeblog. Bukan karena aku terlahap pada janjian manis pengobral uang atau menjadi seorang artis bahenol dunia blogger. Aku ngeblog karena ingin melepaskan segala hal yang aku simpan di hati dan otak. Semua yang tersimpan di antara sekat-sekat terali dunia bawah sadar. Segala macam hal yang ingin kubagikan sebuah jabat keeratannya antara otak dan processor. Agar otakku bisa lagi untuk menggerus ide-ide lain, entah itu animasi, komik atau apapun, tanpa harus takut terendap di pusaran kubangan bawah sadarku.

 
Aku adalah seorang manusia biasa yang tentu saja tidak akan bisa menampilkan keeksotisan diriku serta keeksisanku tanpa adanya sahabat, tanpa adanya manusia lain yang saling mendukung, tanpa adanya jabatan erat dari manusia lain yang merasakan samanya menjadi manusia. Selalu memasang dada dan tangan terbuka untuk setiap jabatan erat persahabatan adalah konsep hidupku.

 
Tulisan adalah aksara yang mempunyai makna. Kalimat adalah akumulasi dari tulisan-tulisan yang bermakna. Melepaskan segala sesuatu dalam bentuk aksara-aksara tanpa batasan atas apapun adalah yang harus dilakukan. Disini aku membebaskan segala imajinasi, narasi, fluktuasi ide pikiran serta akumulasi dari ketergantungan otak pada dunia khayal sadar, lalu memetamorfosiskannya dalam bentukan coretan jemari tanpa sekat serta terali limitasi, yang bermakna serta dapat dimaknakan.